ARTIKEL ILMIAH; DAMPAK PSIKOLOGIS BIAS KOGNITIF CORONA

Gambar diambil dari google


ABSTRAK

Awal tahun 2020 ini umat manusia di seluruh dunia dihebohkan dengan pandemi Virus Corona (Covid-19). Jutaan manusia sudah terinfeksi dan ribuan lainnya meninggal dunia. Kemunculan virus Covid-19 membuat kehidupan di bumi berubah. Berbagai macam aturan baru muncul, yang tentu menghadirkan dampak-dampak baru bagi proses berlangsungnya budaya masyarakat di seluruh dunia. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dampak-dampak psikologis yang terjadi selama masa pandemi Covid-19. Metode penelitian yang digunakan oleh penelitian ini adalah studi kepustakaan dengan pendekatan deskriptif analisis. Hasil menunjukkan bahwa hampir di seluruh kehidupan terkena dampak dari Pandemi covid-19. Salah satunya di bidang pendidikan, di mana seluruh proses belajar di sekolah harus dihentikan, dan diganti dengan kegiatan belajar daring. Selain aspek pendidikan, aspek ekonomi pun mengalami dampak yang signifikan. Salah satunya dengan terjadinya PHK kepada banyak karyawan. Dampak-dampak tersebut lah yang memunculkan dampak psikologis bias kognitif, yang mana keadaan memaksa banyak orang mengabaikan aturan-aturan pemerintah dengan alasan bias yang dibuat oleh masing-masing orang.

Kata Kunci: Covid-19, Dampak Psikologis, Work from Home

 

PENDAHULUAN

Kemunculan pandemi Covid-19 di akhir tahun 2019, telah banyak mengubah kehidupan di dunia. Salah satu alasannya adalah karena proses penyebarannya yang sangat cepat. Hingga saat ini, sudah ada sekitar 9 juta orang yang terinfeksi virus covid-19, dengan 5 juta orang yang sembuh.

Karena penyebarannya yang cepat, Pemerintah Indonesia pun akhirnya membuat kebijakan-kebijakan baru. Seperti, menaikkan status Covid-19 menjadi Bencana Nasional, Social/Physical Distancing, Work from Home, PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), sampai New Normal. Namun, setiap kebijakan baru, tentu akan menghasilkan suatu dampak baru juga bagi masyarakat. Seperti Social/Physical Distancing yang membuat masyarakat tak lagi boleh berkerumun. Sehingga banyak kegiatan yang harus ditiadakan untuk sementara, seperti kegiatan Olahraga, Pertunjukan Budaya, sampai Kegiatan Ibadah. Lalu Work from Home, yang mengharuskan berbagai macam aspek pekerjaan untuk dilakukan lewat rumah masing-masing. Alhasil, banyak perusahaan yang rugi besar akibat pandemi covid-19 ini. Sehingga terjadilah PHK masal di berbagai perusahaan.

Artikel ilmiah ini mencoba untuk mendeskripsikan berbagai macam dampak yang terjadi di masyarakat akibat pandemi covid-19. Berbasis kajian pustaka, penulis menggunakan tiga bahan kajian jurnal yang spesifik membahasa masalah pandemi dan dampaknya bagi masyarakat.

 

KAJIAN PUSTAKA 1

Studi Eksploratif Dampak Pandemi COVID-19 Terhadap Proses Pembelajaran Online di Sekolah Dasar

Oleh: Agus Purwanto, Rudy Pramono, Masduki Asbari, Priyono Budi Santoso, Laksmi Mayesti Wijayanti, Choi Chi Hyun, Ratna Setyowati Putri

 

Berapa dampak yang dirasakan murid pada proses belajar mengajar di rumah adalah para murid  merasa dipaksa belajar jarak jauh tanpa sarana dan prasarana memadai di rumah. Fasilitas ini sangat penting untuk kelancaran proses belajar mengajar, untuk pembelajaran online di rumahnya seharusnya disediakan dulu fasilitasnya seperti laptop, komputer ataupun handphone yang akan memudahkan murid untuk menyimak proses belajar mengajar online. Kendala selanjutnya yaitu murid belum ada budaya belajar jarak jauh karena selama ini sistem belajar dilaksanakan adalah melalui tatap muka, murid terbiasa berada di sekolah untuk berinteraksi dengan teman-temannya, bermain dan bercanda gurau dengan teman-temannya serta bertatap muka dengan para gurunya, dengan adanya metode pembelajaran jarah jauh membuat para murid perlu waktu untuk beradaptasi dan mereka menghadapi perubahan baru yang secara tidak langsung akan mempengaruhi daya serap belajar mereka. Selanjutnya, dampak Psikologis yang dialami murid yaitu; sekolah diliburkan terlalu lama membuat anak-anak jenuh, anak-anak mulai jenuh di rumah dan ingin segera ke sekolah bermain dengan temantemannya, murid terbiasa berada di sekolah untuk berinteraksi dengan teman-temannya, bermain dan bercanda gurau dengan teman-temannya serta bertatap muka dengan para gurunya.

Bagi orang tua, dampak yang biasa dialami selama masa pandemi yaitu dampak ekonomi, seperti penambahan biaya pembelian kuota internet bertambah, teknologi online memerlukan koneksi jaringan ke internet dan kuota oleh karena itu tingkat penggunaaan kuota internet akan bertambah dan akan menambah beban pengeluaran orang tua. Untuk melakukan permbelajaran online selama beberapa bulan tentunya akan diperlukan kuota yang lebih banyak lagi dan secara otomatis akan meningkatkan biaya pembelian kuota internet.

Sedangkan Dampak terhadap guru yaitu tidak semua mahir menggunakan teknologi internet atau media sosial sebagai sarana pembelajaran, beberapa guru senior belum sepenuhnya mampu menggunakan perangkat atau fasilitas untuk penunjang kegiatan pembelajaran online dan perlu pendampingan dan pelatihan terlebih dahulu. Serta kompetensi guru dalam menggunakan teknologi akan mempengaruhi kualitas program belajar mengajar. Oleh karena itu, sebelum diadakan program belajar online para guru wajib untuk diberikan pelatihan terlebih dahulu.

 

KAJIAN PUSTAKA 2

Analisis Sosial Psikologis Perkembangan dan Penanganan Penyakit Menular

Oleh: Ima Sri Rahmani

 

Globalisasi merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menunjukan penyebaran pertumbuhan yang dikembangkan oleh sistem dunia yang kapitalis dan pengaruhnya terhadap sistem perdagangan, komunikasi, transportasi, pola urbanisasi, budaya, dan migrasi ke seluruh bagian dunia (Kendal, et al., 2000).  Menurut Friedmen (2000), globalisasi bukan hanya suatu gaya mutakhir atau suatu mode tetapi, lebih merupakan suatu sistem internasional yang perkembangannya sangat dipengaruhi oleh perkembangan telekomunikasi yang melingkupi seluruh sektor kehidupan manusia: ekonomi, budaya, sosial, dan politik, tak terkecuali kesehatan dan penyebaran penyakit.

Hal ini senada dengan pendapat Giddens (1990) seperti yang disitir oleh Kearney (1995) menyatakan bahwa globalisasi, “…the intensification which link distant locations in such a way that local happenings are shaped by events occurring many miles away and vice versa.” Sebelum virus polio di Sukabumi, kasus SARS yang muncul pertengahan bulan November 2002 di provinsi Guandong, Cina, menjadi contoh virus yang berkembang sebagai dampak dari globalisasi. Dari suatu hotel kontak virus dengan dunia diduga dimulai. Dalam hitungan bulan sedikitnya 30 negara atau kawasan terinfeksi (Kompas/14/05/ 05). Demikian juga dalam kasus virus Polio di Indonesia. Kini daerah Sukabumi seperti halnya Guangdong, dianggap menjadi daerah transisi poliomyelitis yang telah menjadi penyakit dunia. Dunia saat ini sangat rapuh terhadap muncul dan berkembang serta menyebarnya berbagai penyakit infeksi baik yang baru maupun yang lama (Mann dalam Garrett, 1994).

Kemudahan transportasi menjadi media dan agen penyebaran virus dan berpengaruh terhadap kesehatan dari lokal menjadi internasional (Bruce, et al., 2003). Oleh karena itu The World Development Reeport (1993) memuat berbagai dorongan untuk membangun suatu sistem yang dapat memperhitungkan berbagai penyakit baik global maupun regional (Lopez, 2005). Dorongan yang sebagian besar berasal dari Negara Kapitalis dunia ini menyerukan suatu tatanan dunia yang satu/Negara homogenus (Marcuse, 2003), karena mereka sadar bahwa 95% pertumbuhan penduduk dunia kini tengah berlangsung dalam apa yang secara Eufimistik disebut Dunia Berkembang (yang berdasarkan hal itu orang-orang Barat ketakutan terhadap arus imigrasi, kehilangan pekerjaan, penyebaran wabah, terorisme dan tindak kriminal) (Tabb, 2003).

 

KAJIAN PUSTAKA 3

Analisis Perilaku Masyarakat Indonesia dalam Menghadapi Pandemi Covid-19 dan Kiat Menjaga Kesejahteraan Jiwa

Oleh: Dana Riska Buana

 

Konsep yang dapat diangkat untuk menjelaskan perilaku masyarakat Indonesia dalam menghadapi wabah virus Covid-19 ini adalah bias kognitif. Bias kognitif adalah kesalahan sistematis dalam berpikir yang memengaruhi keputusan dan penilaian yang dibuat seseorang. Beberapa bias ini terkait dengan memori. Cara seseorang mengingat suatu peristiwa dapat menjadi bias karena sejumlah alasan tertentu, dan pada gilirannya dapat menyebabkan pemikiran dan pengambilan keputusan yang bias.

Bias kognitif lainnya mungkin terkait dengan masalah perhatian. Karena perhatian adalah sumber daya yang terbatas, maka seseorang harus selektif tentang apa yang mereka perhatikan di dunia sekitar mereka. Karena itu, bias-bias halus yang tidak disadari dapat merayap masuk dan memengaruhi cara manusia memandang dan berpikir tentang dunia.  Bias kognitif adalah jenis kesalahan dalam berpikir yang terjadi ketika orang memproses dan menafsirkan informasi di dunia di sekitar mereka. Otak manusia kuat tetapi tunduk pada batasan-batasan tertentu.
Bias kognitif seringkali merupakan hasil dari upaya otak manusia untuk menyederhanakan pemrosesan informasi. Itu adalah aturan praktis yang membantu manusia memahami dunia dan mencapai keputusan dengan kecepatan relatif.

Dari konsep yang telah diterangkan diatas maka masyarakat Indonesia yang tidak mengindahkan himbauan pemerintah, memiliki masalah psikologis bias kognitif ini, dimana mereka merasa lebih tau atau merasa lebih mengerti kondisi pandemi virus ini, padahal pada kenyataannya itu adalah kesalahan. Contohnya mereka merasa dapat menjaga diri dengan baik walaupun berada di luar rumah atau di keramaian, jadi mereka akan merasa pintar atas dasar persepsi mereka sendiri. Fenomena ini dapat terjadi disebabkan rendahnya kemampuan literasi maupun masih banyak orang yang tidak memiliki akses pada media-media informasi sehingga mereka memiliki minim pengetahuan atas merebaknya wabah Covid-19 ini. Sejalan dengan teori efek Dunning-Kruger maka orang yang memiliki cukup pengetahuan dan eferensi literatur akan dapat mematuhi dan melaksanakan anjuran pemerintah dengan baik dan maksimal.

 

KESIMPULAN

Menunjukkan bahwa hampir di seluruh kehidupan terkena dampak dari Pandemi covid-19. Salah satunya di bidang pendidikan, dimana seluruh proses belajar di sekolah harus dihentikan, dan diganti dengan kegiatan belajar daring. Selain aspek pendidikan, aspek ekonomi pun mengalami dampak yang signifikan. Salah satunya dengan terjadiya PHK kepada banyak karyawan. Dampak-dampak tersebut lah yang memunculkan dampak psikologis bias kognitif, yang mana keadaan memaksa banyak orang mengabaikan aturan-aturan pemerintah dengan alasan bias yang dibuat oleh masing-masing orang.

 

IMPLIKASI

Ketidakberdayaan yang dialami masyarakat secara umum disebabkan karena faktor ekonomi sebagai akibat dari ketidak mampuan dalam menyesuaikan dengan perkembangan global yang tengah berkembang di desa mereka. Rendahnya tingkat pendidikan, dan tidak adanya akses kontrol terhadap sumber daya berimbas pada lemahnya akses mereka terhadap kesehatan. Jawaban terahadap dampak arus globalisasi ini mungkin akan lebih fair jika datang dari tokoh neo-liberal sejati itu sendiri, Ellen Meiksins Wood, seperti yang diungkapkan oleh Yafee (2003) menegaskan, “Jika negara adalah saluran yang digunakan kapital untuk bergerak dalam perekonomian ‘global’, maka ia juga merupakan alat yang dapat digunakan oleh kekuatan-kekuatan antikapitalis untuk memutuskan aliran darah kapital”. Artinya kebijakan pemerintah sangat dibutuhkan untuk mengatur dan menekan dampak negative dari kapitalisme khususnya terhadap kesehatan. Seperti yang diungkapkan oleh Friedman (2000) bahwa golden straight jacket yang dimiliki oleh Negara menentukan keberhasilan. Semakin kuat ikatannya (artinya kebijkaan dan pengawasan) pemerintah maka semakin kecil kemungkinan jaket tersebut tertembus berbagai hal yang tidak diinginkan.

 

DAFTAR PUSTAKA

Bruce, R., et al., 2003. “Global Health Goal Lesson from The Worldwide Effort to Eradicate Poliomyelitis”. Lancet. Vol. 362

Haselton, M. G.; Nettle, D. & Andrews, P. W. (2005). The evolution of cognitive bias. In D. M. Buss (Ed.), The Handbook of Evolutionary Psychology: Hoboken, NJ, US: John Wiley & Sons Inc. pp. 724–746.

Kahneman, D. (2011). Thinking, fast and slow. New York: Farrar, Straus and Giroux.


0 komentar