REALITAS KEHIDUPAN MASYARAKAT INDONESIA DALAM LAKON TUTUT INGIN KAYA

Karya sastra adalah artefak, benda mati, yang baru mempunyai makna dan menjadi objek estetik bila diberi arti oleh manusia pembaca sebagaimana artefak peninggalan manusia purba yang akan mempunyai arti bila diberi makna oleh arkeolog. Pemberian makna atau penangkapan makna karya sastra itu dilakukan dalam kegiatan kritik sastra. Aspek-aspek pokok kritik sastra adalah analisis, interpretasi (penafsiran), dan evaluasi atau penilaian (Pradopo: 1995).

Sebagaiman layaknya artefak peninggalan manusia, maka karya sastra tidaklah lahir begitu saja. Dapat dikatakan, beberapa aspek yang muncul di dalam karya sastra tersebut lahir atas dasar peniruan. Mimetik/Mimesis adalah suatu kajian ilmu yang spesifik membahas tentang itu. Dasar pertimbangan pendekatan mimesis adalah dunia pengalaman, yaitu karya sastra itu sendiri yang tidak bisa mewakili kenyataan yang sesungguhnya melainkan hanya sebagai peniruan kenyataan (Abrams, 1958:8).

Hubungan antara kenyataan dan rekaan dalam sastra adalah hubungan dialektis atau bertangga. Mimesis tidak mungkin tanpa kreasi, tetapi kreasi tidak mungkin tanpa mimesis. Takaran dan perkaitan antara keduanya dapat berbeda menurut kebudayaannya, menurut jenis sastra, zaman. kepribadian pengarang, dsb. Tetapi. yang satu tanpa yang lain tidak mungkin. Dan, catatan terakhir perpaduan antara kreasi dan mimesis tidak hanya berlaku dan benar untuk penulis sastra. Tak kurang pentingnya untuk pembaca. Dia pun harus sadar bahwa menyambut karya sastra mengharuskan dia untuk memadukan aktivitas mimetik dengan kreatif-mereka.

Drama Musikal ‘Tutut Ingin Kaya’ adalah satu contoh sebuah artefak sastra yang  menampilkan berbagai macam dialektis Mimesis di dalam setiap dialog dan adegan-adegannya. Drama musikal ‘Tutut Ingin Kaya’ ini mengisahkan tentang kegelisahan Tutut Suhartini binti Suhartono, seorang perempuan muda yang berkali-kali diterpa ketidakberuntungan, yang mendamba kekayaan. Lelah dengan kenestapaan, ia menjumpai seorang dukun desa agar diberi cara cepat kaya. Walaupun sempat meragukan saran dari dukun, Tutut kemudian menuruti saran yang tak cukup masuk di akalnya itu. Dari kakus itu ia temuan sebuah arca berbahan emas. Penasaran dengan harga arca itu, ia pun mendatangi temannya yang hobi mengumpulkan barang antik. Ashari namanya. Ashari terkaget-kaget karena arca itu terhitung langka dan tentunya bernilai jual tinggi. Setelah berdebat kecil, akhirnya mereka memutuskan untuk menjual arca itu ke Eropa. Mereka berdua pun kaya mendadak dan memutuskan untuk menikah. Tanpa butuh waktu lama, penjualan arca itu terendus oleh pihak yang berwenang. Tutut dan Ashari pun diseret ke dalam bui.

 

KEPERCAYAAN TERHADAP METAFISIKA

Hal yang menarik dalam lakon ini adalah ketika Tutut yang sangat mendambaan kekayaan datang mendatangi seorang dukun. Dalam realitas kehidupan masyarakat di Indonesia, fenomena tersebut memang lazim terjadi. Kepercayaan masyarakat terhadap dukun dikarenakan pemahaman masyarakat mengenai dukun sebagai penolong. Abidin (2010, 101) menyatakan bahwa orang ingin cepat mendapat jodoh, cepat naik pangkat, cepat kaya juga datang ke tempat orang pintar (dukun). Masyarakat memiliki suatu pemahaman atau kepercayaan bahwa dukun merupakan orang yang serba mampu mengatasi masalah.

Ada beberapa sebab orang pergi ke dukun;

 1. Tidak yakin akan kemampuan dan potensi yang ada pada dirinya. banyak orang yang pergi ke dukun karena ia merasa jika hanya mengandalkan kemampuannya maka apa yang ia inginkan tidak akan atau sulit terwujud.seperti seorang salesman yang pergi ke dukun,ia melakukan itu karena ia merasa kalau hanya mengandalkan kemampuannya dalam hal menjual produk rasanya tidak mungkin ia bisa menjual produk dengan hasil yang memuaskan.

2. Ingin cepat sukses tanpa harus melalui rumit dan sulitnya sebuah proses. banyak orang yang pergi ke dukun karena ia ingin segera sukses,ia percaya 13 kekuatan supranatural yang di miliki dukun akan bisa membantu keinginannya sehingga it tidak terlalu bersusah payah dalam mewujudkan impiannya itu (Kalialang, 2011).

Sebelum kehadiran berbagai macam ajaran agama ke Nusantara, masyarakat Indonesia semula menganut sistem kepercayaan animisme dan dinamisme. Animisme adalah suatu kepercayaan pada roh-roh nenek moyang. Mereka yang menganut kepercayaan ini biasanya mempercayai adanya kekuatan-kekuatan gaib/mistis. Sedangkan dinamisme, adalah suatu kepercayaan pada benda-benda ghaib, seperti pohon beringin, keris, dan lain-lain.

Dalam Drama Musikal Tutut Ingin Kaya, terdapat sebuah adegan di mana beberapa pria, juga Tutut meminta suatu hal kepada sosok yang disebut ‘mbah.’ Mbah ini disinyalir merupakan seseorang yang memiliki kemampuan gaib, yang mampu mengabulkan berbagai macam bentuk permohonan. Adegan tersebut merupakan suatu bentuk peniruan terhadap penggambaran kehidupan manusia, khususnya di Indonesia.

Sebagaimana menurut Kalialang, salah satu sebab seseorang datang kepada dukun/seorang yang ahli dalam bidang metafisika, adalah untuk mendapatkan kesuksesan tanpa harus melalui rumit dan sulitnya sebuah proses. Fenomena itulah yang dipertunjukkan oleh sutradara terhadap sosok Tutut di dalam lakon ini.

Walaupun, hanya ada 6 ajaran agama yang diakui di Indonesia, bentuk pemujaan terhadap hal-hal mistis masih banyak dilakukan. Kepercayaan terhadap hal-hal mistis merupakan fenomena sosial-budaya yang terjadi turun-menurut sejak dahulu kala. kepercayaan terhadap dukun berkaitan juga dengan fungsi dan disfungsi. Fungsi dapat diamati dari akibat-akibat yang teramati pada masyarakat yang percaya dukun. Selain itu, dis-fungsi dapat teramati dari akibat-akibat negatif yang ditimbulkan maupun dilaksanakan ketika praktek perdukunan.

Durkheim (dalam Ritzer, 2010:25) menyatakan bahwa satu cara dalam mempelajari masyarakat dalam aspek sosial adalah dengan melihat pada bagian-bagian komponennya dalam usaha mengetahui bagaimana masing-masing berhubungan satu sama lain. Dengan kata lain, manusia harus melihat kepada struktur masyarakat, guna melihat bagaiman ia berfungsi, yang mana jika masyarakat itu stabil maka bagian- bagiannya akan beroperasi secara lancar, dan susunan-susunan sosialnya akan berfungsi. Masyarakat seperti itu ditandai dengan perpaduan, kerjasama dan kesepakatan serta tidak ada nada komponen dalam masyarakat tersebut terbatas dan berada dalam keadaan yang tidak stabil serta membahayakan, terutama dalam hal keteraturan atau ketertiban sosial.

KURANGNYA KEPEDULIAN TERHADAP WARISAN BUDAYA

Dalam lakon ini juga terdapat suatu adegan di mana Tutut menjual suatu arca yang cukup langka ke Eropa. Hal demikian memang sering terjadi di Indonesia, karena kurangnya kepedulian kita terhadap barang-barang warisan budaya tersebut.

Kasus kehilangan/pencurian warisan budaya seperti manuskrip kuno, tak hanya terjadi dalam lakon ‘Tutut Ingin Kaya’ saja. Pada tahun 2008, juga terjadi kehilangan di wilayah solo, tepatnya  di Museum Radya Pustaka, Solo. Puluhan naskah kuno dan arca koleksi museum berpindah tangan secara ilegal.

Artefak bersejarah milik Indonesia yang merupakan peninggalan karya seni di masa lalu, ternyata banyak yang dicuri oleh asing lewat berbagai macam cara Warisan-warisan budaya ini diduga dijual secara ilegal kepada penadah ataupun kolektor di luar negeri. Selain dicuri, naskah-naskah itu sebelumnya juga sudah banyak yang berada di luar negeri, dibawa oleh negara penjajah Indonesia.

KESIMPULAN

Lakon Tutut Ingin Kaya menampilkan berbagai macam dialektis Mimesis di dalam setiap dialog dan adegan-adegannya. Melalui Lakon Tutut Ingin Kaya, terdapat realitas kehidupan masyarakat Indonesia yang berupa kepercayaan terhadap metafisika yang ditirukan dalam adegan Tutut dan beberapa pria berkomunikasi meminta saran dengan Mbah Dukun. Lalu terdapat realitas kehidupan masyarakat Indonesia yang tidak peduli dengan peninggalan sejarah, berupa cagar budaya yang ditirukan dalam adegan Tutut menjual arca emas yang langka demi menjadi kaya.

 

Sumber Referensi:

http://www.gresnews.com/berita/sosial/40269-artefak-bersejarah-indonesia-banyak-dicuri-asing-pemerintah-tak-peduli/

https://www.kompasiana.com/iim_sobandi/552e2af86ea83494138b4573/pendekatan-mimetik-dalam-puisi-senja-di-pelabuhan-kecil-karya-chairil-anwar

https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/dpk/mengenal-cagar-budaya-lewat-teater-tutut-ingin-kaya/

https://tirto.id/hilangnya-warisan-budaya-indonesia-bHlK

0 komentar