Sad Ending; Shakespeare hingga Ian McEwan

Seseorang pernah berkata kepadaku, jika titik tertinggi romantisme adalah ketika sepasang kekasih saling mencintai tanpa pernah sekalipun mengikrarkan cinta itu sendiri, dan titik terendah romantisme adalah bukan ketika mereka terpisah karena jarak dan waktu, melainkan ketika mereka tak lagi saling mendoakan.

Aku mungkin salah satu di antara sekian banyak orang yang menyukai kisah sad ending, sebut saja kisah legendaris Shakespeare; Romeo dan Juliet, kisah Jane Austen dan kekasihnya; Tom Lefroy, atau kisah Cecilia Tallis dan Robbie Turner dalam Atonement karya Ian McEwan. Aku sangat menyukai kisah mereka. Tapi point pentingnya adalah aku tak pernah berpikir bahwa kisah mereka benar-benar sad ending, karena sampai akhir hayat mereka tetap saling mencintai, meskipun takdir tak memihak.

Bukankah itu titik tertinggi dari romantisme? Mereka tak pernah benar-benar berpisah dalam cinta. Kata tersebut selalu bersemayam di hati mereka. Romeo dan Juliet rela memberikan nyawa mereka kepada pemegang takdir karena tak pernah mengalah pada cinta mereka. Jane Austen rela mengorbankan hidupnya, melepaskan Tom Lefroy demi kehormatan keluarganya, dan Tom Lefroy rela mengorbankan hatinya demi Jane Austen. Saking cintanya dengan Jane, anak perempuannya diberi nama Jane, seperti nama kekasihnya. Terakhir Cecilia dan Robbie yang sampai akhir hayatnya tetap saling mencintai walau takdir tak pernah memberikan mereka kesempatan untuk bersama hingga Robbie Turner harus meninggal dalam perang, dan Cecicilia meninggal dalam ledakan bom ketika bertugas menjadi perawat di rumah sakit.

Justru sad ending adalah ketika seseorang ditinggalkan, dikhianati oleh kekasihnya. Mereka berpisah karena tak ada lagi cinta. Bahkan, yang paling menyedihkan adalah ketika sang perempuan tetap mencintai orang yang meninggalkannya, tetap menyematkan doa meski orang tersebut tak lagi memiliki cinta terhadapnya.

Kisah Gatsby dalam The Great Gatsby mengajarkanku bahwa cinta dapat membuat seseorang mengorbankan martabatnya sekalipun, bahkan dia rela dicurangi oleh kekasihnya dan takdirnya sendiri. Gatsby rela menjadi tersangka dalam kasus tabrak lari yang dilakukan oleh kekasihnya, dan dia meninggal dengan senyum membawa gelar pembunuh yang seharusnya tak pernah tersemat padanya. Sementara kekasih yang dicintainya mengkhianati cintanya, lebih memilih menyelamatkan dirinya sendiri.

Sekali lagi, hal menyedihkan adalah ketika mereka ditinggalkan oleh cintanya sendiri, bukan kekasihnya. Jika kekasih meninggalkan mereka karena tak ada lagi cinta itu dinamakan dengan perpisahan. Sejatinya, perpisahan itulah yang dinamakan sad ending.


1 komentar