Hijrah: Sempet Nyalahin Mama



Assalamu’alaikum pembaca sholihah :))

Hampir sepuluh bulan gak nulis atau post di blog. Niatnya mau upload resensi buku yang baru selesai aku baca. ‘PERGI’ dari Tere Liye, tapi kemarin di kampus ada beberapa teman (yang baru dikenal) tiba-tiba bilang:

“Pengen deh kayak kak Ayu pakai hijab syar’i tapi aku belum siap.”

Trus ada juga yang bilang:

“Aku pernah pakaiannya kayak kak Ayu, tapi itu dulu karena terpaksa aku pernah ikut organisasi, trus sekarang kayak gini pakai kerudung masih pakai jeans.”

Dari omongan mereka, akhirnya kami sharing sambil nunggu dosennya datang. Di situ mereka nanya awal mula aku bisa sampai kayak gini gimana? Trus kemana-mana apa memang selalu seperti ini? Kalau keluar rumah juga harus pakai kaos kaki?

Nah makanya aku mau berbagi pengalaman aku kenapa sampai bisa memutuskan untuk hijrah-kata yang lagi populer sekarang. Sebenarnya, panggilan untuk hijrah itu sudah ada dari tiga tahun yang lalu.

Pertama kali memakai kerudung

Jadi, aku mulai memutuskan untuk memakai kerudung itu sejak kelas 2 SMK. Awalnya hanya pakai kerudung tipis, dan masih pakai celana jeans karena waktu itu belum paham batasan aurat, bagaimana cara berpakaian muslimah seharusnya, keluargaku sendiri memang tidak mendidik sesuai syariat, atau bisa dikatakan jauh dari syariat.

Aktif di organisasi dan remaja masjid

Aku aktif di beberapa organisasi semenjak SMK, baik organisasi dalam sekolah maupun luar sekolah. Di luar sekolah, aku sempat ikut salah satu organisasi islam, tetapi bukan itu yang membuatku paham batasan aurat. Ketika masuk organisasi islam tersebut aku hanya tau bahwa wanita tidak boleh memakai celana, walaupun rata-rata anggotanya masih banyak menggunakan jeans bahkan ketuanya sendiri.
Aku paham batasan aurat ketika ikut andil dalam mengisi acara di remaja masjid dekat rumah. Saat itu ada salah satu anggota masjid yang pakaiannya paling mencolok di antara kami. Dia menggunakan kerudung lebar, pakai gamis (baju terusan), dan kaos kaki. Namanya mba Nur ( nama samaran hehe). Dari dia lah aku dan teman-teman yang lain tahu bahwa kaki harus dipakaikan kaos kaki karena termasuk aurat. Kerudung harus menutup dada dan gak boleh digaya-gayain. Lilit sana, lilit sini. Namanya manusia ya saat itu omongannya mba Nur belum sampai ke hati, hanya sebatas tahu tapi tidak terketuk melaksanakannya.

Antara doi dan dia
Aku bukan orang suci yang gak pernah melakukan salah, dosa. Bahkan gak kehitung :((  Aku orang yang sangat takut dengan laki-laki. Dulu, walaupun belum paham syariat, aku berpikir malas untuk berpacaran, karena dulu aku tipikal yang tekun dalam pelajaran. Semua berubah ketika mengenal doi. Dari yang dulu takut dan gak mau dijemput, diajak jalan, ketemuan, sampai akhirnya kecanduan tiap minggu minta diapelin. Selama lima tahun kita berpacaran melakukan pola yang sama.

Sampai suatu ketika ada laki laki lain yang bilang suka dan mau serius-gak mau ngajak pacaran. Aku tergiur, karena selama ini aku merasakan jenuh terus-menerus melakukan dosa, doi yang dengan janji manisnya bakal ngehalalin dua tahun setelah lulus kuliah, aku ngerasa lamaaaa banget penantian ke jenjang pernikahan, penantian keluar dari jerat dosa sampai tiba di hubungan halal. Nyatanya, tawaran laki-laki lain membuat aku goyah. Aku sempat tertarik mengiyakan, tapi aku berpikir, aku hanya mencintai doi, aku mau halalnya sama doi tapi bisa gak sih pola hubungan berdosanya dirubah?

Minta kita stop pacaran sama doi

Akhirnya timbullah ide untuk bilang sama doi “aku pengen hijrah, aku pengen kita gak pacaran, gak terus-terusan kayak gini. Tapi aku pengen kita tetap berhubungan, tetap komunikasi kayak biasa.” Doi syok, bilang aku terburu-buru gak ngasih waktu buat dia. Dia gak terima dan berpikir aku bilang kayak gitu karena mau pindah hati ke laki laki itu. Wallahi, aku gak ada niatan seperti itu dulu, yang aku rasain waktu itu cuma jenuh dan muak sama diri sendiri. Muak terus-terusan seperti ini. Akhirnya aku mengiyakan untuk pelan-pelan dan mengalah, kita kembali lagi ke pola-dosa. Sampai niat hijrah aku-yang -waktu -itu- udah-mulai-pakai-rok dan kerudung yang nutupin dada lama-lama luntur dan hilang.

Diputusin doi

Sedih gak sih ketika kita ada niat mau mendekat ke Allah tapi ragu karena doi, lalu ketika kita memutuskan tetap ke doi dan lagi-lagi melupakan Allah tapi kita malah ditinggalin sama doi. Hancur banget. Itu yang aku rasain. Bisa jadi, itu momentum titik awal aku kembali ke nol. Awalnya udah niat hijrah eh batal dengan alasan pelan-pelan tunggu doi, biar bareng-bareng siap hijrahnya. Ketika kita udah nyaman lagi sama doi, sama hubungan yang penuh dosa, taunya doi sendiri yang ninggalin kita.

Mungkin, itu teguran dari Allah ketika kita lebih memilih meninggalkan-Nya daripada meninggalkan si doi. Dulu aku merasa takut banget gak bakal dapet yang seperti doi lagi kalau beneran putus, takut banget gak bakal ada yang nerima aku apa adanya kayak doi. Dulu aku masih kurang iman, masih belum yakin kalau segala sesuatunya Allah yang punya, Allah yang ngatur, Allah yang maha berkehendak.

Ketika doi mutusin aku dengan alasan:

“Aku takut ke kamu itu yang aku rasain cuma hawa nafsu.”

 Aku merasa wanita paling rendah, lebih rendah dari PSK. Dari kata-katanya itu aku berpikir berarti selama lima tahun  ini aku cuma pelampiasan nafsunya aja? Jujur, sampai sekarang aku gak bisa lupa sama kata-kata itu. Sampai sekarang kata-kata itu yang bikin aku muak sama cowok yang deketin, gak mau pacaran tapi chattingan terus, ngajakin ketemuan terus.
Lebih muaknya lagi, ketika aku tahu doi punya wanita lain. Dia ngomong seperti itu bukan karena sadar yang dia lakukan salah hanya sebatas hawa nafsu, tetapi mungkin karena sudah jenuh dan tergiur dengan wanita lain. Alasanya klise: “Aku ngerasa hambar sama kamu semenjak kamu minta buat gak pacaran, makin lama perasaan aku makin berkurang.”

Dari situ Allah pengen nunjukin bahwa:

‘“Jangan merasa yakin dan aman hanya karena dia yang kamu cintai begitu baik, begitu menerima kita apa adanya, begitu mencintai kita. Karena tak ada yang tau, esok dia tetap seperti itu atau tidak. Tak ada yang bisa menjamin, meski ibumu sekalipun. Tak ada. Kenapa? Karena hanya Allah yang menjamin. Hanya Allah yang menjamin jika kau melibatkan Allah dari awal, dan jika dia yang kau pilih tunduk pada kata TAAT.”

Galau, dan depresi

Aku jatuh, jatuh sejatuh-jatuhnya. Cieeee wkwkwk. Setelah putus sempet depresi kayak orang gila, ngemis-ngemis minta balikan, maki-maki doi, trus mendadak rajin beramal sholeh lalu balik lagi nangisin doi, ngemis minta balikan lagi. Karena apa? Karena tadi, aku masih kurang IMAN! Masih gak percaya kalau ada Allah. Masih belum cukup kalau cuma Allah.
Intinya proses sampai aku bener-bener ikhlas dan gak nengok ke belakang itu rasanya jauuuh banget yang udah dilalui. Kayak mau lulus tes masuk STAN, berat dan mati-matian usahanya. gagal coba lagi, gagal coba lagi.

Siraman rohani dari Mba Nur dan Dias

Aku bisa seperti sekarang itu berkat mba Nur dan sahabat surgaku (insyaAllah), Dias. Mereka itu luar biasa. Selain lebih dulu bisa istiqomah, mereka bisa mengantarkan aku menuju hidayah Allah. Mba Nur orang yang bener-bener cukuplah Allah, hanya Allah. Mba Nur sendiri bukti real dari Allah bagi mereka yang taat menjalankan syariat. Mba Nur menikah tanpa pacaran, bener-bener taaruf. Gak chattingan, jalan berduaan, gombal-gombalan. Bukti bahwa kita bisa kok mendapatkan jodoh tanpa pacaran. Karena ikhtiar mendapatkan jodoh bukan lewat pacaran melainkan melalui usaha memperbaiki diri.
Singkat cerita aku mantap untuk berdamai dengan masa lalu. Mulai merubah penampilanku sesuai syariat islam. Aku memakai gamis (bukan yang membentuk tubuh), memakai kerudung lebar dan kaos kaki. Sahabatku Dias juga beneran menjadi sahabat yang membopong aku kalau lagi kumat, lagi turun imannya. Ngingetin buat setoran hapalan, ngajakin beli buku ini yuk beli itu yuk, dateng kajian ke sana yuk. Pokoknya banyak usahanya untuk membuat aku semakin kuat, semakin gak nengok ke belakang, semakin mendekat padaNya. Sekarang kami sama-sama terus belajar menjadi muslimah yang lebih baik lagi.


Istiqomah Hijab syar’i

Awalnya, sholat masih bolong-bolong, pakai baju syar’i juga kalau jalan keluar aja. Kalau pas kerja malas pakai kaos kaki, karena aku kerja di toko, jadi kaos kaki jadi cepat kotor. Tapi makin lama suka mantengin youtube, dengerin video kajian dari ustad mana aja ditonton. Sampai ada salah satu ustad yang bilang:

“Ini maunya Allah, Allah nyuruh kita wajib berpakaian sesuai syariat ya harus dituruitin, masa bos kita doang yang diturutin, pangkat Allah lebih tinggi dari bos kita kan.”

Akhirnya aku konsisten berpakaian sesuai syariat, mau lari pagi kek, mau ke pantai kek, mau cuma ke warung di rumah kek selalu pakai gamis, khimar yang nutupin dada dan kaos kaki. Karena Allah gak ngeliat kita pas sholat aja.

Paham batasan sebagai muslimah (izzah dan ‘iffah) dari hijab alila

Berawal dari suka mantengin youtube, aku ketemu sama channel youtube hijab alila. Di video itu aku tau bahwa wanita punya izzah dan iffah yang harus dijaga. Misalnya wanita tidak boleh berkhalwat (berduaan dengan laki-laki bukan mahram), wanita tidak boleh berikhtilat (tidak boleh campur baur dengan lawan jenis tanpa kepentingan syar’i misalnya dakwah, muamalah, pendidikan, pekerjaan).  

Dari hijab alila lah aku tahu bahwa chattingan dengan lawan jenis tanpa adanya kepentingan syar’i ternyata juga dilarang misalnya curhat-curhatan, lelucuan, karena sama saja dengan berkhalwat di media online, hanya kita berdua yang tahu apa isi chattingan tersebut (Jadi bagi yang LDR-an, yang bilang pacaran islami gak ngapa-ngapain tetap gak boleh ya, karena kita harus menjaga batasan, izzah dan iffah sebagai muslimah). Photo berdua dengan yang bukan mahram juga gak boleh ya karena sama saja dengan berkhalwat, malah menjadi khalwat yang terabadikan :((
Dari sini aku juga paham dan mikir ternyata cowok yang aku singgung di atas-yang sempet ngajakin serius, ternyata juga belum lelaki yang baik karena dengan gamblang bilang gak mau pacaran tapi semua tingkah lakunya tak ada bedanya dengan lelaki yang ngajakin pacaran atau lelaki yang gak paham batasan. Aku juga belum baik, mungkin itu sebabnya yang datang kepadaku juga belum baik. Aku bersyukur dipertemukan dengan konten hijab alila yang benar-benar menuntun muslimah.

Hijab alila juga menjelaskan wanita juga harus menjaga izzah dan iffah di dunia maya, misal selain gak boleh chattingan dengan lawan jenis tanpa kepentingan syar’i, kita juga gak boleh berdandan yang tabarruj (pakai alis, maskara, eyeliner, lisptik merona, apalagi bulu mata (inget ya sholihah, bulu mata haram karena termasuk dalam menyambung rambut), gak boleh selfie dengan pose yang membuat para lelaki tergiur memandangi wajah kita, misal dengan mimik yang so cute, so eksotik wah gak boleh ya. Karena meskipun wajah dan suara bukan termasuk aurat tapi tetap ada batasan yang harus dijaga jika kita berada di lingkungan umum termasuk media sosial.

Ikut kelas tilawati di MRBJ

Dulu kalau ditanya kapan terakhir kali buka al-qur’an? Kapan terakhir kali ngaji?  Duh, malu pisan jawabnya, karena dulu jauh banget dari al-qur’an. Bisa baca al-qur’an? Bisa. Hanya sekedar bisa. Karena dulu gak paham kita sebagai muslimah wajib mengamalkan al-qur’an, mempelajari al-qur’an, memperbaiki bacaan al-qur’an agar bisa tartil dalam membacanya. Bermodal dari tawaran teman, aku ikut kelas tilawati di Masjid Raya Bintaro Jaya, seminggu sekali kami belajar dari awal banget, cara membaca huruf hijaiyah dengan benar seperti pengucapan huruf ho itu harus kho seperti orang ngorok, harus benar-benar keluar.


Sempet Nyalahin Mama

Setelah paham sedikit-sedikit tentang bagaimana menjadi muslimah yang seharusnya, jadi buat aku berpikir: Kenapa mama gak ngajarin aku dari kecil seperti ini? Kenapa mama gak pernah jelasin aku soal batasan aurat? Kenapa mama gak mendidik aku sesuai ajaran islam? Jujur, aku sempet nyalahin mama, kalau aku dari kecil dididik sesuai syariat, aku gak bakal ngerasain hancur karena kebodohanku sendiri. Kenapa mama malah ngebolehin aku pacaran? Tapi untungnya lagi-lagi Allah ngasih pemikiran. Mungkin ini jalan aku buat dapetin pahala lebih, buat sama-sama belajar bareng sama mama, jadi pelopor dalam keluarga, mendemonstrasikan bagaimana pakaian muslimah seharusnya, batasan pergaulan muslimah seharusnya, dan jadi nambah punya rasa: pengeeeen banget gimana caranya biar ngumpul bareng sama mama di surga. Hikmahnya, dulu yang awalnya ditentang mama soal pakaian gamis yang kayak ibu-ibu, soal aku yang gak pernah keliatan deket sama cowok lagi. Sampe mama bilang:

“Makanya sekali-kali kalau keluar pake lepis, biar gak kayak ibu-ibu”

“Cowok juga mana ada yang mau ngelamar tanpa ngajakin pacaran dulu”

“Jangan gini banget, nanti yang ada cowok gak berani ngedeketin, udah takut duluan”

“Kita kan bukan nabi, gak usah kayak gini banget, anak ustad sama anaknya bu haji aja pacaran, pake celana lepis.”

Sekarang walaupun mama belum sepenuhnya berubah pikiran, seenggaknya mama gak pernah ngedesak aku buat pacaran lagi. Gak pernah ngelarang atau komen negatif soal pakaian aku lagi.

Intinya ketika kita ambil jalan untuk mendekat ke Allah, insyaAllah jalan terbuka lebar. Atau seperti yang aku alami, ketika baru niat saja yang muncul, Allah sudah menghampiri lewat peristiwa yang mengharuskan aku mendekat kepada-Nya. Semoga kita tetap istiqomah meraih ridho-Nya, dan jangan bosan meminta kepada-Nya.
Wassalammu;alaikum :)







0 komentar