Beruntung

Tulisan ini aku buat setelah aku membaca buku karangan Buya Hamka; Di Bawah Lindungan Ka'bah dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Meski filmnya sudah kutonton bertahun-tahun silam, rasanya tidak adil jika tidak membaca bukunya juga.


Premis kedua cerita tersebut hampir sama; Cinta terhalang kelas sosial. Endingnya pun hampir sama; Tidak pernah ditakdirkan bersatu. 

Di Bawah Lindungan Ka'bah mengisahkan Hamid dan Zainab yang lebih dulu menghadap Sang Illahi sebelum mengikrarkan cinta mereka. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck mengisahkan Zainuddin yang harus kembali kehilangan Hayati.

Dari sana dapat kita tangkap bahwa kisah mereka lagi-lagi merupakan kisah sad ending yang pada dasarnya merupakan kisah yang kusukai. 

Tapi point pentingnya adalah meskipun kisah mereka tragis, aku merasa bahwa aku tak seberuntung Hamid ataupun Zainuddin. Hamid yang tak sempat bertemu Zainab untuk mengucapkan bahwa dia juga mencintai Zainab karena ternyata cinta Allah yang lebih dulu bertemu dengannya, justru lebih beruntung daripada aku. Begitupun Zainuddin yang  baru mengetahui bahwa cinta Hayati hanya untuknya seorang sesaat ketika Hayati akan menjemput ajalnya. Beruntunglah mereka yang ternyata saling menyambut anugerah terindah dari Tuhan; Cinta. (Meski tak ditakdirkan bersama di dunia).

Aku baru menyadari mengapa seumur hidupnya Kahlil Gibran, Jane Austen tak pernah menikah. Mereka hidup dalam kekayaan hati mereka sendiri. Mereka merasa cukup dengan hanya mencinta. Begitupun Rumi, dia merasa cukup dengan cintanya kepada Sang Illahi.


Sebaliknya aku tak habis pikir dengan kisah-kisah lainnya. Mereka yang saling mencintai tapi tak pernah mengalah dengan egoisme dan keangkuhan mereka. Mereka yang mempunyai waktu dan kesempatan untuk bersatu tapi malah mengalah pada egoisme mereka sendiri, menciptakan jarak mereka sendiri. Bukankah cinta melebihi segalanya? Mengapa hanya karena rasa bersalah, beban masa lalu, keangkuhan memaafkan kesalahan orang lain, lantas mereka menukarkannya dengan cinta. Tak semua orang seberuntung kalian, yang saling menyambut dalam cinta dan diberi kesempatan untuk bersatu. 





2 komentar

  1. Aku sepemikiran dengan Teh Nyayu. Aku menyadari cinta adalah anugerah yang indah dari sang pemiliknya, Allah swt. Aku pun bertanya-tanya mengapa begitu banyak pasangan yang memilih pisah atau bercerai dengan mudahnya. Katakanlah masalahnya memang besar, tetapi bukankah cinta lebih agung dari semua kesulitan itu. Mengapa 'cinta' tidak cukup untuk menjadi alasan tetap bertahan.

    BalasHapus
  2. Note: Aku ngga bermaksud menghakimi pasangan2 di luar sana yang memilih berpisah, bisa jadi memang itu adalah pilihan terbaik. Aku cuma heran dengan pasangan2 yang melepaskan dengan mudah karna keegoisannya, seperti yang ditulis sendiri oleh Teh Nyayu.

    BalasHapus