Essay, Journal, Book, Movie
  • Home
  • Artikel
  • Cerpen
  • My Review
    • Review Buku
    • Review Novel
    • Review Film
    • Review Drama
  • Puisi
  • Essai

Gambar diambil dari google

“Basis data adalah himpunan kelompok data (arsip) yang saling berhubungan dan diorganisasikan sedemikian rupa agar kelak dapat dimanfaatkan kembali dengan cepat dan mudah, sedangkan sistem basis data merupakan sistem yang terdiri atas kumpulan tabel data yang saling berhubungan  (dalam sebuah basis data di sebuah sistem komputer) dan sekumpulan program  (yang biasa disebut DBMS/Data Base Management System) yang memungkinkan beberapa pemakai atu program lain  untuk mengakses dan memanipulasi tabel-tabel data tersebut.” (Fathansyah, 2015:12). 

Ketika membuat sistem basis data pada perusahaan, baik itu perusahaan skala kecil maupun besar, diperlukan adanya perancangan basis data agar data yang diinput dapat diakses dengan mudah dan menghasilkan informasi yang akurat, perancangan basis data memudahkan user mendapatkan informasi secara efektif dan efisien. 

Pemanfaatan basis data dilakukan untuk memenuhi sejumlah tujuan (objektif) seperti membentuk program data-independece /independesi data. Indrajani (2009) menyebutkan bahwa meningkatnya pemeliharaan data disebabkan karena independensi data, pada sistem FBS rincian data dan logika untuk mengakses data dibuat di dalam program aplikasi masing-masing, sehingga terjadi ketergantungan data terhadap program. Suatu perubahan pada struktur data, perubahan terhadap cara data disimpan dalam disk, akan memerlukan perubahan dalam program yang mendefinisikan data tersebut. Sedangkan pada DBMS, terjadi pemisahan data dengan aplikasi program dan akan kebal terhadap perubahan data. Hal ini yang dikenal dengan istilah independensi data. 

 Keterkaitan yang erat antar kelompok data dalam sebuah basis data dapat menyebabkan redudansi (pengulangan) data. Fathansyah (2015) mengemukakan bahwa, banyaknya redudansi  ini tentu akan memperbesar ruang penyimpanan (baik di memori utama maupun memori sekunder) yang harus disediakan, dengan basis data, efisiensi/optimalisasi penggunaan ruang penyimpanan dapat dilakukan, karena kita dapat melakukan penekanan jumlah redudansi data, baik dengan menerapkan sejumlah pengodean atu dengan membuat relasi-relasi (dalam bentuk tabel) antar kelompok data yang saling berhubungan. 

 “Jika ada perubahan yang terjadi dalam DBMS karena proses tambah, ubah atau hapus data, maka pengguna-pengguna DBMS akan dapat mengakses nilai terbaru dalam DBMS secara cepat.” (Indrajani, 2009). Hal ini bertujuan untuk meningkatkan konsistensi data. Misalnya dalam suatu basis data terdapat tiga tabel berbeda yang memuat data pelanggan yang sama, jika user ingin menambahkan, mengubah atau bahkan menghapus data pelanggan, maka user harus melakukan perubahan pada ketiga tabel tersebut, ini akan memperlambat proses akses data. Maka dari itu diperlukan konsistensi data agar informasi dapat diperoleh secara cepat, tepat, dan akurat. 

Fathansyah (2015) menyatakan bahwa, pemakai basis data seringkali tidak terbatas pada satu pemakai saja, atau di satu lokasi saja atau oleh satu sistem/aplikasi saja. Data pegawai dalam basis data kepegawaian , misalnya, dapat digunakan oleh banyak pemakai, dari sejumlah departemen dalam perusahaan atau oleh banyak sistem  (sistem pengajian, sistem akuntansi, sistem inventori, dan sebagainya). Basis data yang dikelola oleh sistem (aplikasi) yang mendukung lingkungan multi-user, akan dapat memenuhi kebutuhan ini, tetapi tetap dengan menjaga /menghindari munculnya persoalan baru seperti inkonsistensi data (karena data yang sama diubah oleh banyak pemakai pada saat bersamaan) atau kondisi deadlock (karena ada banyak pemakai yang saling menunggu untuk menggunakan data). Ini yang disebut dengan meningkatan kemampuan terhadap data sharing (Sharability). 

Meningkatkan produktifitas terhadap pembangunan aplikasi, Indrajani (2009) menjelaskan bahwa, DBMS menyediakan banyak fungsi baku di mana programmer dapat menuliskan fungsi –sungsi baku tersebut dalam suatu instruksi pada program aplikasi, di tingkat paling dasar DBMS menyediakan seluruh rutin low-level file-handling program. Fungsi ini menjadikan programmer lebih berkonsentrasi pada kemampuan fungsi spesifik yang diinginkan oleh pengguna tanpa takut untuk melakukan implementasi pada tingkat rendah secara detail. 

Memberikan bentuk standar atas data dalam suatu sistem basis data sangat penting. Hal ini juga bisa disebut dengan standarisasi data. “Dengan adanya pemakaian data bersama-sama, maka penamaan tabel, filed, tipe data, hak akses, dan sebagainya harus dibuat standart dan dokumentasinya, hal ini bertujuan untuk memudahkan DBMS.” (Indrajani, 2009). Dapat dibayangkan jika suatu program aplikasi tidak mempunyai kesatuan tipe data, maka user atau programmer akan kesulitan dalam melakukan penulisan program atau melakukan perubahan data dan dapat menyebabkan ketidakakuratan data. 

Pada suatu basis data, data yang diinput pada awal pemebentukan basis data, data yang diubah pada proses pengolahan basis data sangat menentukan hasil akhir keakuratan suatu informasi atas data tersebut. Istilah Garbage in Garbage Out (data yang diinput salah, maka data yang keluar merupakan data sampah) sering dijadikan patokan penilaian suatu perusahaan dalam menjamin keakuratan data mereka, dengan DBMS, kita dapat meningkatkan kualitas data karena memudahkan user dalam proses penginputan, pengeditan dan delete data agar data yang dinput terjamin integritas datanya sehingga informasi yang diperoleh dari data tersebut juga akurat.

 Kecepatan dalam mengakses data dan respon dalam basis data tersebut juga menjadi salah satu objektif dala perancangan basis data. “Integrasi menghilangkan batasan-batasan dasar dari seluruh bagian-bagian atau departemen-departemen dalam perusahaan sehingga dapat diakses secara langsung oleh seluruh pengguna DBMS. DBMS juga menyediakan Bahasa query atau pembuatan laporan yang menginjinkan pengguna DBMS untuk meminta pertanyaan khusus dan untuk memperoleh informasi dengan segera.” (Indrajani, 2009). Jika respon dalam mengakses dan mendapatkan informasi lambat, ini juga bisa berhubungan erat dengan redudansi data (pengulangan data) di mana sudah dijelaskan bahwa redudansi dapat memakan banyak penyimpanan, jika penyimpanan penuh makan respon dalam mengakses data tersebut juga akan lambat.

Meningkatkan perawatan terhadap aplikasi bisa dilakukan dengan meningkatkan service back up dan recovey.  Indrajadi (2009) menngemukakan bahwa DBMS menyediakan fasilitas untuk mengurangi kegagalan sistem atau aplikasi program yaitu fasilitas back up dan restore. 

DBMS juga memudahkan programmer dan user sebagai alat pendukung dan pengambil keputusan. Fathansyah (2015) berpendapat yang seringkali terjadi adalah keputusan yang telah dibuat membutuhkan waktu yang cukup lama dan masih memakai perhitungan iterasi secara manual. Oleh karena itu dibutuhkan satu sistem yang berperan sebagai pendukung atau pembantu di dalam pengambilan keputusan. 


Sumber: 
Indrajani. 2009. Sistem Basis Data dalam Paket Five in One. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. 
Fathansyah. 2015. Basis Data Revisi Kedua. Bandung: Informatika. 
 
 
Gambar diambil dari google


ABSTRAK

Awal tahun 2020 ini umat manusia di seluruh dunia dihebohkan dengan pandemi Virus Corona (Covid-19). Jutaan manusia sudah terinfeksi dan ribuan lainnya meninggal dunia. Kemunculan virus Covid-19 membuat kehidupan di bumi berubah. Berbagai macam aturan baru muncul, yang tentu menghadirkan dampak-dampak baru bagi proses berlangsungnya budaya masyarakat di seluruh dunia. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dampak-dampak psikologis yang terjadi selama masa pandemi Covid-19. Metode penelitian yang digunakan oleh penelitian ini adalah studi kepustakaan dengan pendekatan deskriptif analisis. Hasil menunjukkan bahwa hampir di seluruh kehidupan terkena dampak dari Pandemi covid-19. Salah satunya di bidang pendidikan, di mana seluruh proses belajar di sekolah harus dihentikan, dan diganti dengan kegiatan belajar daring. Selain aspek pendidikan, aspek ekonomi pun mengalami dampak yang signifikan. Salah satunya dengan terjadinya PHK kepada banyak karyawan. Dampak-dampak tersebut lah yang memunculkan dampak psikologis bias kognitif, yang mana keadaan memaksa banyak orang mengabaikan aturan-aturan pemerintah dengan alasan bias yang dibuat oleh masing-masing orang.

Kata Kunci: Covid-19, Dampak Psikologis, Work from Home

 

PENDAHULUAN

Kemunculan pandemi Covid-19 di akhir tahun 2019, telah banyak mengubah kehidupan di dunia. Salah satu alasannya adalah karena proses penyebarannya yang sangat cepat. Hingga saat ini, sudah ada sekitar 9 juta orang yang terinfeksi virus covid-19, dengan 5 juta orang yang sembuh.

Karena penyebarannya yang cepat, Pemerintah Indonesia pun akhirnya membuat kebijakan-kebijakan baru. Seperti, menaikkan status Covid-19 menjadi Bencana Nasional, Social/Physical Distancing, Work from Home, PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), sampai New Normal. Namun, setiap kebijakan baru, tentu akan menghasilkan suatu dampak baru juga bagi masyarakat. Seperti Social/Physical Distancing yang membuat masyarakat tak lagi boleh berkerumun. Sehingga banyak kegiatan yang harus ditiadakan untuk sementara, seperti kegiatan Olahraga, Pertunjukan Budaya, sampai Kegiatan Ibadah. Lalu Work from Home, yang mengharuskan berbagai macam aspek pekerjaan untuk dilakukan lewat rumah masing-masing. Alhasil, banyak perusahaan yang rugi besar akibat pandemi covid-19 ini. Sehingga terjadilah PHK masal di berbagai perusahaan.

Artikel ilmiah ini mencoba untuk mendeskripsikan berbagai macam dampak yang terjadi di masyarakat akibat pandemi covid-19. Berbasis kajian pustaka, penulis menggunakan tiga bahan kajian jurnal yang spesifik membahasa masalah pandemi dan dampaknya bagi masyarakat.

 

KAJIAN PUSTAKA 1

Studi Eksploratif Dampak Pandemi COVID-19 Terhadap Proses Pembelajaran Online di Sekolah Dasar

Oleh: Agus Purwanto, Rudy Pramono, Masduki Asbari, Priyono Budi Santoso, Laksmi Mayesti Wijayanti, Choi Chi Hyun, Ratna Setyowati Putri

 

Berapa dampak yang dirasakan murid pada proses belajar mengajar di rumah adalah para murid  merasa dipaksa belajar jarak jauh tanpa sarana dan prasarana memadai di rumah. Fasilitas ini sangat penting untuk kelancaran proses belajar mengajar, untuk pembelajaran online di rumahnya seharusnya disediakan dulu fasilitasnya seperti laptop, komputer ataupun handphone yang akan memudahkan murid untuk menyimak proses belajar mengajar online. Kendala selanjutnya yaitu murid belum ada budaya belajar jarak jauh karena selama ini sistem belajar dilaksanakan adalah melalui tatap muka, murid terbiasa berada di sekolah untuk berinteraksi dengan teman-temannya, bermain dan bercanda gurau dengan teman-temannya serta bertatap muka dengan para gurunya, dengan adanya metode pembelajaran jarah jauh membuat para murid perlu waktu untuk beradaptasi dan mereka menghadapi perubahan baru yang secara tidak langsung akan mempengaruhi daya serap belajar mereka. Selanjutnya, dampak Psikologis yang dialami murid yaitu; sekolah diliburkan terlalu lama membuat anak-anak jenuh, anak-anak mulai jenuh di rumah dan ingin segera ke sekolah bermain dengan temantemannya, murid terbiasa berada di sekolah untuk berinteraksi dengan teman-temannya, bermain dan bercanda gurau dengan teman-temannya serta bertatap muka dengan para gurunya.

Bagi orang tua, dampak yang biasa dialami selama masa pandemi yaitu dampak ekonomi, seperti penambahan biaya pembelian kuota internet bertambah, teknologi online memerlukan koneksi jaringan ke internet dan kuota oleh karena itu tingkat penggunaaan kuota internet akan bertambah dan akan menambah beban pengeluaran orang tua. Untuk melakukan permbelajaran online selama beberapa bulan tentunya akan diperlukan kuota yang lebih banyak lagi dan secara otomatis akan meningkatkan biaya pembelian kuota internet.

Sedangkan Dampak terhadap guru yaitu tidak semua mahir menggunakan teknologi internet atau media sosial sebagai sarana pembelajaran, beberapa guru senior belum sepenuhnya mampu menggunakan perangkat atau fasilitas untuk penunjang kegiatan pembelajaran online dan perlu pendampingan dan pelatihan terlebih dahulu. Serta kompetensi guru dalam menggunakan teknologi akan mempengaruhi kualitas program belajar mengajar. Oleh karena itu, sebelum diadakan program belajar online para guru wajib untuk diberikan pelatihan terlebih dahulu.

 

KAJIAN PUSTAKA 2

Analisis Sosial Psikologis Perkembangan dan Penanganan Penyakit Menular

Oleh: Ima Sri Rahmani

 

Globalisasi merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menunjukan penyebaran pertumbuhan yang dikembangkan oleh sistem dunia yang kapitalis dan pengaruhnya terhadap sistem perdagangan, komunikasi, transportasi, pola urbanisasi, budaya, dan migrasi ke seluruh bagian dunia (Kendal, et al., 2000).  Menurut Friedmen (2000), globalisasi bukan hanya suatu gaya mutakhir atau suatu mode tetapi, lebih merupakan suatu sistem internasional yang perkembangannya sangat dipengaruhi oleh perkembangan telekomunikasi yang melingkupi seluruh sektor kehidupan manusia: ekonomi, budaya, sosial, dan politik, tak terkecuali kesehatan dan penyebaran penyakit.

Hal ini senada dengan pendapat Giddens (1990) seperti yang disitir oleh Kearney (1995) menyatakan bahwa globalisasi, “…the intensification which link distant locations in such a way that local happenings are shaped by events occurring many miles away and vice versa.” Sebelum virus polio di Sukabumi, kasus SARS yang muncul pertengahan bulan November 2002 di provinsi Guandong, Cina, menjadi contoh virus yang berkembang sebagai dampak dari globalisasi. Dari suatu hotel kontak virus dengan dunia diduga dimulai. Dalam hitungan bulan sedikitnya 30 negara atau kawasan terinfeksi (Kompas/14/05/ 05). Demikian juga dalam kasus virus Polio di Indonesia. Kini daerah Sukabumi seperti halnya Guangdong, dianggap menjadi daerah transisi poliomyelitis yang telah menjadi penyakit dunia. Dunia saat ini sangat rapuh terhadap muncul dan berkembang serta menyebarnya berbagai penyakit infeksi baik yang baru maupun yang lama (Mann dalam Garrett, 1994).

Kemudahan transportasi menjadi media dan agen penyebaran virus dan berpengaruh terhadap kesehatan dari lokal menjadi internasional (Bruce, et al., 2003). Oleh karena itu The World Development Reeport (1993) memuat berbagai dorongan untuk membangun suatu sistem yang dapat memperhitungkan berbagai penyakit baik global maupun regional (Lopez, 2005). Dorongan yang sebagian besar berasal dari Negara Kapitalis dunia ini menyerukan suatu tatanan dunia yang satu/Negara homogenus (Marcuse, 2003), karena mereka sadar bahwa 95% pertumbuhan penduduk dunia kini tengah berlangsung dalam apa yang secara Eufimistik disebut Dunia Berkembang (yang berdasarkan hal itu orang-orang Barat ketakutan terhadap arus imigrasi, kehilangan pekerjaan, penyebaran wabah, terorisme dan tindak kriminal) (Tabb, 2003).

 

KAJIAN PUSTAKA 3

Analisis Perilaku Masyarakat Indonesia dalam Menghadapi Pandemi Covid-19 dan Kiat Menjaga Kesejahteraan Jiwa

Oleh: Dana Riska Buana

 

Konsep yang dapat diangkat untuk menjelaskan perilaku masyarakat Indonesia dalam menghadapi wabah virus Covid-19 ini adalah bias kognitif. Bias kognitif adalah kesalahan sistematis dalam berpikir yang memengaruhi keputusan dan penilaian yang dibuat seseorang. Beberapa bias ini terkait dengan memori. Cara seseorang mengingat suatu peristiwa dapat menjadi bias karena sejumlah alasan tertentu, dan pada gilirannya dapat menyebabkan pemikiran dan pengambilan keputusan yang bias.

Bias kognitif lainnya mungkin terkait dengan masalah perhatian. Karena perhatian adalah sumber daya yang terbatas, maka seseorang harus selektif tentang apa yang mereka perhatikan di dunia sekitar mereka. Karena itu, bias-bias halus yang tidak disadari dapat merayap masuk dan memengaruhi cara manusia memandang dan berpikir tentang dunia.  Bias kognitif adalah jenis kesalahan dalam berpikir yang terjadi ketika orang memproses dan menafsirkan informasi di dunia di sekitar mereka. Otak manusia kuat tetapi tunduk pada batasan-batasan tertentu.
Bias kognitif seringkali merupakan hasil dari upaya otak manusia untuk menyederhanakan pemrosesan informasi. Itu adalah aturan praktis yang membantu manusia memahami dunia dan mencapai keputusan dengan kecepatan relatif.

Dari konsep yang telah diterangkan diatas maka masyarakat Indonesia yang tidak mengindahkan himbauan pemerintah, memiliki masalah psikologis bias kognitif ini, dimana mereka merasa lebih tau atau merasa lebih mengerti kondisi pandemi virus ini, padahal pada kenyataannya itu adalah kesalahan. Contohnya mereka merasa dapat menjaga diri dengan baik walaupun berada di luar rumah atau di keramaian, jadi mereka akan merasa pintar atas dasar persepsi mereka sendiri. Fenomena ini dapat terjadi disebabkan rendahnya kemampuan literasi maupun masih banyak orang yang tidak memiliki akses pada media-media informasi sehingga mereka memiliki minim pengetahuan atas merebaknya wabah Covid-19 ini. Sejalan dengan teori efek Dunning-Kruger maka orang yang memiliki cukup pengetahuan dan eferensi literatur akan dapat mematuhi dan melaksanakan anjuran pemerintah dengan baik dan maksimal.

 

KESIMPULAN

Menunjukkan bahwa hampir di seluruh kehidupan terkena dampak dari Pandemi covid-19. Salah satunya di bidang pendidikan, dimana seluruh proses belajar di sekolah harus dihentikan, dan diganti dengan kegiatan belajar daring. Selain aspek pendidikan, aspek ekonomi pun mengalami dampak yang signifikan. Salah satunya dengan terjadiya PHK kepada banyak karyawan. Dampak-dampak tersebut lah yang memunculkan dampak psikologis bias kognitif, yang mana keadaan memaksa banyak orang mengabaikan aturan-aturan pemerintah dengan alasan bias yang dibuat oleh masing-masing orang.

 

IMPLIKASI

Ketidakberdayaan yang dialami masyarakat secara umum disebabkan karena faktor ekonomi sebagai akibat dari ketidak mampuan dalam menyesuaikan dengan perkembangan global yang tengah berkembang di desa mereka. Rendahnya tingkat pendidikan, dan tidak adanya akses kontrol terhadap sumber daya berimbas pada lemahnya akses mereka terhadap kesehatan. Jawaban terahadap dampak arus globalisasi ini mungkin akan lebih fair jika datang dari tokoh neo-liberal sejati itu sendiri, Ellen Meiksins Wood, seperti yang diungkapkan oleh Yafee (2003) menegaskan, “Jika negara adalah saluran yang digunakan kapital untuk bergerak dalam perekonomian ‘global’, maka ia juga merupakan alat yang dapat digunakan oleh kekuatan-kekuatan antikapitalis untuk memutuskan aliran darah kapital”. Artinya kebijakan pemerintah sangat dibutuhkan untuk mengatur dan menekan dampak negative dari kapitalisme khususnya terhadap kesehatan. Seperti yang diungkapkan oleh Friedman (2000) bahwa golden straight jacket yang dimiliki oleh Negara menentukan keberhasilan. Semakin kuat ikatannya (artinya kebijkaan dan pengawasan) pemerintah maka semakin kecil kemungkinan jaket tersebut tertembus berbagai hal yang tidak diinginkan.

 

DAFTAR PUSTAKA

Bruce, R., et al., 2003. “Global Health Goal Lesson from The Worldwide Effort to Eradicate Poliomyelitis”. Lancet. Vol. 362

Haselton, M. G.; Nettle, D. & Andrews, P. W. (2005). The evolution of cognitive bias. In D. M. Buss (Ed.), The Handbook of Evolutionary Psychology: Hoboken, NJ, US: John Wiley & Sons Inc. pp. 724–746.

Kahneman, D. (2011). Thinking, fast and slow. New York: Farrar, Straus and Giroux.



Gambar diambil dari google

Siauw, F. (2012). How to Master Your Habits. (Edisi Pertama). Jakarta: Alfatih Press.

 

Ada satu pertanyaan yang selalu menarik untuk dibahas bagi siapapun yang peduli pada proses pengembangan diri; “Mengapa satu orang bisa menguasai satu keahlian tertentu sementara yang lain tidak?” Lebih jauh lagi pertanyaannya berkembang menjadi, “Bagaimana seseorang bisa menguasai suatu keahlian?” How to Master Your Habits merupakan buku motivasi islam yang ditulis oleh Felix Siauw, seorang mualaf yang menggebrak pradigma bahwa seorang ustad hanya dilahirkan dari kalangan orang yang sudah terdidik sejak kecil untuk mengenal islam. Buku ini memuat tentang pola apa yang akan kita gunakan untuk membentuk habits kita, sama seperti Felix Siauw yang melatih habitsnya untuk menjadi master di bidang dakwah.

Dalam muqqadimah, Felix Siauw menjelaskan selama sepuluh tahun menjadi mualaf dan mendedikasikan hidupnya di jalan dakwah, dia menyaksikan ada yang benar-benar berhasil dalam dakwahnya, seolah-olah dia lahir dengan bakat untuk berdakwah. Namun, di lain pihak, ada pula pengemban dakwah yang pas-pasan, terkadang sulit membedakan apa ada pengaruh atau tidaknya dari pendakwah tersebut. Awalnya Felix Siauw berpikir bahwa motivasi merupakan jawaban untuk mengembangkan pengemban-pengemban dakwah, mengkader mereka dan membina mereka agar memiliki keahlian-keahlian yang diperlukan dalam dakwah. Namun, ternyata beliau salah. Motivasi saja tidak cukup untuk membuat seseorang membuat seseorang memiliki keahlian-keahlian yang diperlukan dalam berdakwah. Dalam tataran perubahan pemikiran, motivasi memang luar biasa. Dalam sekejap pesimis bisa menjadi optimis. Namun, perlu dari sekedar emosi untuk membeli keahlian. Dari sanalah Felix Siauw mendapati bahwa motivasi hanya berpengaruh 11-35% dalam keahlian, sisanya ada di pembiasaan, pada habits.

Buku yang terdiri dari 163 halaman ini dimulai dengan menjelaskan tokoh-tokoh inspirator islam seperti Imam Asy Safii, pendiri mazhab safii yang sangat terkenal pada zamannya. Asy Syafii mampu menghapalkan Al-Quran pada saat umurnya belum genap 7 tahun. At-Thabari, seorang mampu menulis 40 lembar setiap hari dalam 40 tahun hidupnya. Khalid bin Walid yang memporak-porandakan Persia dan Romawi hanya dalam beberapa tahun saja. Dari sana, beliau mengajak kita untuk berpikir bahwa keahlian adalah hasil pilihan, lahitan dan pengulangan pilihan-pilihan yang telah dibuat. Lalu dilanjutkan dengan pengenalan habits. Felix Siauw mengatakan bahwa respons kita terhadap suatu kondisi tertentu, baik respons itu berupa pemikiran, perasaan, ataupun perbuatan, sesungguhnya berasal dari kebiasaan atau habits yang secara otomatis terjadi pada diri kita. Mulai dari berpikir, sikap mental, mood, cara makan, bersikap, berbicara, membaca, berbahasa, sampai pada kreativitas dan produktivitas, semuanya adalah habits. Dari semua itu muncul bahkan tanpa kita sadari, akibat pengulangan-pengulangan yang tidak kita sadari.

Beliau memaparkan habits menentukan berhasil tidaknya diri kita dalam hidup ini karena proses terbentuknya habits pada manusia terdiri dari thoughts, purposes, actions, habits, person alities. Kita harus memilih antara habits buruk dan habits baik yang akan kita tanam karena if you choose not to plant flower on your garden, then weeds will grow without encouragement or support. Dalam buku ini, beliau juga menekankan bahwa habits adalah hasil daripada pegulangan suatu aktivitas dalam jangka waktu tertentu. Semakin banyak suatu aktivitas diulang dalam jangka waktu yang lama, maka habits akan semakin kuat. Walaupun pada manusia habits yang dipilihnya dipengaruhi oleh cara berpikir. Namun, dalam proses pembentukannya, peran akal tidaklah terlalu dominan. Faktor yang menentukan apakah kita akan memiliki habits hanya 2 hal, yaitu practice (latihan) dan repetition (pengulangan), yang tentu saja dilakukan dalam rentang waktu tertentu. Jika diibaratkan bahwa habits adalah hasil keturunan, maka ayahnya adalah latihan dan ibunya adalah pengulangan. Mau dibalik juga boleh. Bilamana keduanya bertemu, pasti akan terbentuk habits pada diri manusia. Pengecualian akan kita bahas nanti. Practice atau latihan berfungsi untuk menentukan apakah aktivitas yang akan dilakukan sudah benar atau belum, tepat sasaran atau tidak. Sedangkan pengulangan akan menyempurnakannya. Practice makes right, repetition makes perfect. Sama seperti manajemen, practice adalah efektivitas dan repetition adalah efisiensi. Dalam seni bela diri misalnya, latihan diperlukan agar gerakan-gerakan bela diri dilakukan dengan benar, dengan teknik yang benar. Karena bila suatu aktivitas dilakukan secara keliru, maka keliru pula habits yang dibentuk, demikian sebaliknya. Yang sangat berpengaruh dalam pembentukan habits adalah pengulangan (repetisi), karena pengulangan aktivitaslah yang memberikan nyawa pada habits. Repetisi adalah kunci dalam membentuk habits. Habits menyerupai spiral yang tiada terputus, setiap repetisi akan memperkuat habits, dan habits yang kuat akan menuntut repetisi. Spiral ini akan terus-menerus berkembang tak terputus apabila terus dijaga.

Selanjutnya, Felix Siauw menjelaskan untuk mengubah dan menginstal suatu habits dalam diri kita diperlukan prinsip kelembaman (inersia) dam gaya dari luar (external force). Prinsip kelembaman (inersia) menyampaikan kepada kita bahwa suatu benda yang memiliki massa akan selalu cenderung untuk mempertahankan keadaan semula. Manusia pun sama-sama rentan terhadap perubahan dan cenderung untuk mempertahankan kondisi semula. Maka perlu gaya dari luar (external force) agar kondisi semula dapat berubah. Seringkali kita harus dipaksa melakukan aktivitas tertentu pada awalnya sebelum kita menikmatinya. Oleh karenanya, kita pun harus mendesain kondisi agar kita harus dan dipaksa melakukan aktivitas yang ingin kita jadikan habits. Apabila telah terbentuk, kita akan menikmatinya. Habits adalah membiasakan yang pada awalnya dilakukan secara sadar menjadi melakukan secara tidak sadar otomatisasi keahlian kita. Seorang ahli tidak menunggu keberuntungan, dia akan berusaha menciptakannya melalui upaya sadar melalui habits. Kurang lebih keberuntungan adalah hasil kali antara persiapan kita dan kesempatan. Yang pertama (persiapan) bagian yang dapat kita pilih, yang kedua (kesempatan) tidak dapat kita pilih. Felis Siauw mengingatkan bahwa dunia tidak adil, hanya ada dua jenis manusia yaitu The Outliers; Seseorang yang diingat dunia, yang bisa terlihat dari kerumunan, keluar dari garis biasa-biasa saja. Lalu, Out of Order; Seseorang yang tidak diingat dunia, yang biasa-biasa saja dan tertinggal waktu.

Menariknya, meskipun buku ini merupakan buku motivasi islam, Felix Siauw dengan piawai membuat pembacanya tertarik karena dari awal prolog, muqqadimah, beliau menggunakan kalimat dan perumpamaan yang tidak biasa, kalimatnya sangat fresh. Seperti misalnya; “Saya kenal dengan seseorang pengemban dakwah yang bukan pustakawan. Namun kecanduan membaca buku-buku sejarah Islam dan referensi Islam lainnya sebagaimana seorang Pottermania di depan buku Harry Potter. Tidak hanya itu, dia dapat menceritakan isinya selengkap cerita anak berusia 5 tahun yang menceritakan film Spongebob Squarepants.” Walaupun Felix Siauw banyak menyinggung dan menghubungkan habits dengan islam, pembaca tidak akan merasa digurui dan merasa bahwa ini adalah buku kolot yang hanya menjabarkan hadist-hadist Nabi, karena banyak sekali diterangkan ilustrasi-ilustrasi yang sangat relevan dengan kegiatan-kegiatan sehari-hari seperti ilustrasi menanam rumput, mengendarai motor, bahkan ada juga kisah-kisah tokoh luar negeri non-muslim yang disuguhkan untuk merangsang pemikiran kita agar termotivasi membentuk habits baik. Sederhananya, buku ini juga dapat dibaca oleh mereka yang bukan beragama islam, meskipun buku ini ditulis oleh tokoh islam.

Meskipun buku ini menarik karena disajikan dengan narasi seperti novel, sangat segar, provokatif, dan cocok untuk kalangan non-muslim, buku ini agak menyulitkan pembaca untuk mengelompokkan urutan-urutan penting dalam habits sendiri, karena penyajiannya seperti novel yang terdiri dari beberapa subjudul halaman, bukan dikelompokkan dalam suatu bab. Pembaca diharuskan membaca secara keseluruhan terlebih dahulu, baru bisa menyadari point penting dari awal sampai akhir daalam pembentukan habits.

Jika dibandingkan dengan buku motivasi islam yang mengusung tema yang sama, seperti buku karangan Dewi Futurusin yang berjudul Boost Your Islamic Habits, buku karangan Felix Siauw ini memupunyai design cover yang unik, lebih segar dan terkesan tidak menggurui, pembaca tidak merasakan narasi yang diulang-ulang selama membaca. Alhasil, pembaca tidak akan bosan, dan merasa bahwa buku ini adalah buku kajian atau buku non fiksi yang berat. Pembaca justru lebih berfokus dan berpikir dengan ilustrasi yang ditawarkan oleh Felix Siauw, melalui bagan-bagan ilustrasi dan pertanyaan-pertanyaan menohok hati. Sehingga lupa, bahwa buku ini adalah buku motivasi islam, seperti ketika membaca novel, lupa sudah halaman berpaa yang telah dibaca karena terlalu penasaran dengan jalan ceritanya. Tak heran, jika buku ini memenangkan  penghargaan Anugerah Pembaca Indonesia for Penulis dan Buku Non-Fiksi Terfavorit & Sampul Buku Non-Fiksi Terfavorit (2012).


Gambar diambil dari google


Reni, Juliani. Pesan Anti Rasisme dalam Film Dear White People: Universitas Teuku Umar. 

Keywords: Message, Anti Rasisme, Film.  

 

Film Dear White People garapan Justrin Simien mempunyai pesan bahwa penindasan, dikriminasi, atau pengucilan terhadap suatu golongan, kaum maupun kelompok baik minoritas maupun mayoritas merupakan bentuk rasisme. 

Perjuangan melawan rasisme dengan menindas kelompok mayoritas mempunyai stereotip bahwa kelompok mayoritas selalu menindas kelompok minoritas, hal ini merupakan rasisme bentuk baru. Salah satu penggunaan tanda yang terdapat dalam film Dear White People terlihat saat pesta Halloween, ras kulit putih berpesta dengan kostum ras kulit hitam. Ada yang mewarnai kulitnya menjadi hitam, menggunakan pakaian R&B dan menjadi rapper, menggunakan rambut palsu yang keriting, menggunakan topeng muka Obama, dan poster dengan tulisan Missing Black Culture yang berarti budaya kulit hitam yang hilang.  

Dalam Jurnal ini dikatakan bahwa Film Dear White People garapan Justrin Simien ini terlihat jelas tidak memihak kepada suatu ras atau golongan. Film tersebut memaparkan realita yang ada yang terjadi di Amerika. Walaupun ras kulit hitam pernah menjadi orang nomor satu di Amerika, hal ini tidak menjadikan penindasan ras kulit hitam hilang dari Amerika. Dalam filmnya tersebut dapat kita lihat bahwa realitanya penindasan masih ada walaupun beberapa sudah menerima perbedaan mereka, namun tidak bisa dipungkiri bahwa rasisme masih terjadi. kelebihan Jurnal ini adalah, karena Penulis melengkapinya dengan gambar potongan-potongan adegan dalam film yang menguatkan argumen dari penulis dalam jurnal ini.  

 

Daniel, S.A.P. Representasi Rasisme Dalam Film Cadillac Records: Universitas Kristen Petra Surabaya.

 Keywords: Representasi, Rasisme, Semiotika, Film  


Penelitian dalam jurnal ini memperlihatkan bagaimana rasisme direpresentasikan di dalam film Cadillac Records dengan menggambarkan kaum kulit hitam sebagai barang komoditas secara implisit, kaum kulit putih mendominasi semua aspek kehidupan dan diskriminasi  berdasarkan ciri fisik yang ditunjukkan di dalam film ini.  

Jurnal ini menunjukkan bagaimana perilaku kaum kulit putih di dalam Film Cadillac Records yang melakukan tindakan diskriminasi dan pembedaan berdasarkan ciri – ciri fisik yang berbeda antara kaum kulit putih dan kaum kulit hitam. 

Kaum kulit hitam digambarkan tidak memiliki kuasa atas dirinya sendiri. Kaum kulit putihlah yang mendominasi semua aspek kehidupan. Kaum kulit hitam diperlihatkan sebagai barang yang dapat diperjualbelikan oleh kaum kulit putih. Secara implisit, film ini seakan – akan merepresentasikan bahwa kaum kulit putih sebagai penyelamat para kaum kulit hitam yang akan mementaskan kaum kulit hitam dari kemiskinan yang terjadi pada masa itu. 

Namun dibalik itu kaum kulit putih ingin mendapatkan keuntungan dari kaum kulit hitam. Terlebih lagi, mereka menganggap kaum kulit hitam sebatas dagangan atau komoditas untuk meraup keuntungan finansial. 

Bagian analisis dan interpretasi dalam jurnal ini ditulis hanya dengan menggunakan 185 kata. Sehingga pembaca kurang dapat memahami secara sistematis proses-proses analisis dan interpretasi yang penulis lakukan dalam penelitian ini. 

 

Adlina, G. Catur, N. Pemaknaan Rasisme dalam Film (Analisis Resepsi dalam Film Get Out): Universitas Telkom Bandung. 

Keywords: Communication; Reception Analysis; Film  

 

Penlitian dalam jurnal ini dilakukan melalui wawancara mendalam dan observasi mengenai pembacaan (resepsi) khalayak tentang pemaknaan rasisme dalam film Get Out bahwa posisi penonton dalam penerimaan mereka tentang makna rasisme dalam film Get Out didominasi oleh posisi oppositional position. Dari ketujuh adegan unit analisis yang diteliti, lima di antaranya berada di oppositional position mutlak dalam satu scene lainnya informan lain berada di posisi dominant position yang dimana dalam setiap adegan menampilkan materi rasisme yang berbeda-beda.  

 

Pada adegan pertama, salah satu informan dalam penelitian ini berpendapat bahwa tidak seharusnya polisi bersikap seperti itu kepada penumpang berkulit hitam. Pada adegan kedua, informan berpendapat bahwa perbincangan yang terjadi merupakan hal yang biasa saja namun sebaiknya memilih topik lain. 

Pada adegan ketiga, informan berpendapat bahwa tidak seharusnya dia bersikap memandang rendah dan berbicara orang yang berkulit hitam memiliki badan yang besar mengerikan. Pada adegan keempat, informan berpendapat bahwa tidak seharusnya mendapat perlakuan untuk membandingkan fisik orang kulit hitam dengan orang kulit putih. 

Pada adegan kelima, informan berpendapat bahwa tidak seharusnya dirinya mendapat perlakuan untuk membandingkan fisik yang berbeda dengan orang berkulit putih. Pada adegan keenam, informan berpendapat bahwa tidak seharusnya berkata orang berkulit hitam itu keren. 

Adegan  ketujuh, informan berpendapat bahwa percakapan yang terjadi merupakan hal yang biasa karena pertanyaan tersebut hanya berasal dari rasa penasaran saja. Dengan demikian informan satu berada pada tipe pembacaan oppositional reading karena pendapat yang dikemukakannya tersebut tidak menyetujui terhadap makna rasisme yang digambarkan dalam film Get Out.  

 

Penelitian dalam jurnal ini menggunakan empat orang informan sebagai penyaji data bagi si penulis untuk kemudian diinterpretasikan. Jurnal ini juga dilengkapi dengan tabeltabel, yang memudahkan pembaca untuk memahaminya.   

Sumber: Instagram @hijabalila

Beberapa tahun terakhir, fenomena hijrah terus mendapat perhatian masyarakat, terutama kaum muda. Banyaknya kajian hijrah inovatif yang dihadirkan seperti Hijrah Festival, Kajian Pemuda Hijrah, mendorong kaum muda untuk berbondong-bondong meramaikan masjid. Kenaikan jumlah jamaah kajian terutama kaum muda yang bisa mencapai ribuan dalam setiap acara kajian, menghidupkan kembali lingkungan masjid, sehingga berbagai program masjid mulai dilakukan. Selain ajakan ‘Siapkan Infaq Terbaikmu, belakangan ini kajian hijrah ramai menambah ajakan baru dalam poster kajian mereka: “Bring Your Tumbler,” disertai tagar #kajianlesswaste, #masjidlesswaste.

Gerakan masjid less waste ini diharapkan dapat mengatasi permasalahan sampah plastik yang semakin parah. Menurut data wall street journal (2010), Indonesia merupakan negara penyumbang polusi laut terbesar kedua di dunia dari banyaknya sampah plastik yang mengalir ke laut. Selain berbahaya bagi biota laut, pada akhirnya sampah ini juga membahayakan manusia karena sumber makanan dari laut yang tercemar polusi plastik.

Sebenarnya gerakan peduli lingkungan ala #kajianlesswaste ini bukan kali pertama. Sudah banyak organisasi lingkungan yang melakukan kampanye sejenis untuk membawa botol minuman, tas kain, sedotan stainless, dan upaya pengurangan sampah plastik lainnya. Namun, yang membuat gerakan ini spesial karena pelopornya adalah tokoh agama yang berasal dari kelompok ustadz hijrah “Barisan Bangun Negeri” terdiri dari delapan penceramah populer di kalangan milenial, yaitu ustadz Abdul Somad, Ustadz Hanan Attaqi, Ustadz Felix Siauw, Ustadz Oemar Mita, Ustadz Oemar Mita, Ustad Salim A. Fillah, Ustadz Adi Hidayat, Ustadz Luqmanul Haqim, Ustadz Habib Anies.

Memanfaatkan jamaah kajian yang didominasi oleh kaum muda, program ini telah berjalan di beberapa daerah seperti Bandung, dan Bintaro. Penggunaan tagar #masjidlesswaste juga sesuai dengan misi kelompok ustadz tersebut untuk menjadikan masjid sebagai pusat ilmu dan gerakan. Menariknya, kampanye #lesswaste ini memberi citra alternatif pada masjid yang selama ini hanya dikenal sebagai pusat kegiatan ritual menjadi pusat pergerakan sosial ekologis.

Dalam beberapa kajian, seperti ustadz Felix Siauw dan Hanan Attaqi sebelumnya seringkali  menggebor-geborkan bahwa masjid adalah jantung peradaban umat. Semua peradaban umat dimulai dari masjid. Fenomena hijrah yang membangkitkan semangat kaum muda merupakan jalan awal untuk membangun kembali jantung peradaban. Dengan adanya program masjid less waste, masjid tidak lagi hanya menjadi tempat ibadah yang hanya didatangi seminggu sekali atau hanya menjadi pusat kegiatan ritual, melainkan menjadi jantung peradaban seperti pada zaman Nabi Muhammad SAW, yang segala kegiatan berpusat di masjid.

Masjid juga menjadi salah satu tempat strategis dalam upaya pemberdayaan masyarakat. Masjid menjadi jantung umat, yang juga menjadi pilar kebangkitan umat. Sehingga semua program yang bertujuan untuk membawa perubahan baik itu secara sosial, eskologis, seperti gerakan masjid less waste akan lebih baik dimulai dari Masjid. Selain itu, masjid pula dapat menjadi mitra lembaga pendidikan dalam membentuk peradaban manusia.


Ketika SMP dan SMK,  aku pernah mengalami masa transisi dari siswa aktif menjadi siswa pasif di kelas akibat korban bully.

Saat kelas IX SMP, aku pindah sekolah dari SMP di kabupaten ke SMP di provinsi. Aku terbiasa ekstra belajar karena tuntutan di sekolah lamaku  yang merupakan SMP unggulan di Kabupaten dan berstandart nasional. Di sekolah baruku, mendadak aku menjadi siswa yang dikenal oleh guru-guru di sekolah, termasuk menjadi saingan oleh teman sekelasku yang ternyata selalu istiqomah meraih peringkat 1 di kelas. 

Kami tidak musuhan, hanya saja aku merasakan ketidaksukaannya akan kehadiranku sebagai murid baru di kelas. Terbukti, di semester pertama, aku meraih peringkat 1 di kelas, dan meraih juara umum 2 di sekolah. Sedangkan dia, bergeser ke peringkat 2 di kelas.

Semua berjalan normal, sampai di pertengahan semester 2, tepatnya ketika melaksanakan pendalaman materi untuk persiapan UN. Saat itu kami sedang membahas soal di salah satu pelajaran, dan aku protes dengan jawaban yang diberikan oleh guruku. Aku merasa apa yang dijelaskannya kurang tepat sebagai jawaban. Saat itu, hanya aku satu-satunya yang memilih jawaban yang berbeda. Aku pun memberikan argumen serta bukti-bukti yang kuat kepada guruku.  Lantas, guruku pun bilang dia akan kembali memikirkannya dan membahasnya minggu depan. Saat minggu depan, aku dengan percaya diri, yakin,  bahwa guruku akan sependapat denganku, ternyata salah. Guruku tetap memberikan jawaban yang sama seperti sebelumnya. Aku merasa saat itu teman-temanku membiacarakanku di belakang. Aku tak mengerti bagaimana bisa jawabannya jadi seperti itu, seharusnya bukan itu. 

Esoknya, aku merasa beberapa teman yang sering mengobrol denganku di kelas, mendadak menujukkan sikap lebih pro ke teman sainganku itu, dia tidak lagi bertanya soal pelajaran denganku, melainkan ke sainganku, padahal tempat duduknya lebih dekat denganku. 
Aku merasa dikucilkan, meskipun tidak seekstrim itu, tapi itulah yang ada di pikiranku. 

Aku merasa kesal, marah, apalagi ketika aku bertukar pendapat dengan temanku di kelas lain, kebetulan dia juga diberi soal yang sama dengan guru yang berbeda, dan betapa mengejutkannya aku, dia bilang jawaban yang benar dari gurunya adalah persis seperti jawabanku. Aku jadi bingung, apa guru di kelasku malu mengakui kesalahannya di depan murid, karena dari sekelas, hanya aku yang bisa menjawab dengan benar, apa dia begitu malu mengakui bahwa jawabannya dan jawaban dari seluruh teman sekelasku adalah salah. Aku kira, guru akan lebih malu jika mengajari muridnya dengan teori yang salah. Ternyata, guru juga seperti manusia yang lainnya, malu mengakui kesalahannya sendiri. 

Sejak itu, aku kurang berminat dengan apa yang disampaikannya, aku juga malas menjawab kuis yang diberikannya, aku bahkan jadi pasif dan jarang unjuk gigi untuk tampil memberikan pendapat. Aku menjadi siswa pasif sampai akhirnya nilaiku turun dan menjadi peringkat 2 di kelas, sedangkan sainganku kembali mendapatkan posisinya semula sebelum kedatangananku, menjadi  juara kelas. 

ketika lulus, aku harus ikhlas bahwa orang tuaku memandaftarkanku di SMK ibukota. Aku pindah dari provinsi, ke ibukota. Aku yang awalnya berminat masuk SMA, lagi-lagi harus beradaptasi dengan suasana yang kurang menyenangkan bagiku, sekolah di sekolah yang tidak mempunyai standart khusus. Awalnya, aku menjalaninya dengan setengah marah, karena harus sekolah di SMK. Lama-kelamaan aku mulai menikmati. 

Aku kembali menjadi juara kelas berturut-turut. Hingga, kejadian tidak menyenangkan itu datang lagi. Ketika di kelas XI, aku mempunyai teman yang suka bolos, dan mendapatkan surat peringataan dari kepala sekolah. Aku diminta salah satu guru untuk mengantarkan surat undangan wali murid ke rumah orang tuanya. Di sana, aku mendapati bahwa orang tuanya  (maaf) cacat. Hatiku mencelos, ketika menyadari bahwa orang tua sepertinya memiliki anak yang terancam DO. 

Besoknya, ketika pembagian kelompok di salah satu matpel, aku mengajukan diri untuk satu kelompok dengannya. Aku tahu, banyak teman-temanku yang tidak mau sekelompok dengannya, aku hanya tidak ingin dia merasa diasingkan di kelas, dan menjadi malas sekolah. Tapi ternyata niat baikku disalah artikan oleh teman-temanku yang lain. 

Aku mulai merasakan ketidaksukaan beberapa temanku, hingga klimaksnya ketika presentasi kelompok. Aku dibantai habis-habisan oleh pertanyaan mereka, aku tahu mereka sengaja mengeles dan menepis atau kasarnya tidak akan pernah mau terima dengan argumenku. Satu jam pelajaran dihabiskan hanya untuk presentasiku. Akhirnya, setelah presentasi aku menangis. Aku merasa teman-teman membenciku. Aku mulai difitnah bahwa aku sering pilih kasih memberikan presentasi kehadiran temanku yang sering bolos itu.  Aku juga mendengar dari salah satu teman yang bilang "Nyayu itu perfeksionis, makanya anak-anak pada gak suka." 
Aku lantas bilang "Kalau aku perfeksionis, apa aku merugikan kalian? Aku aku menyusahkan kalian? Karakter orang kan beda-beda. Aku memang perfeksionis, aku bahkan pernah membuat ulang makalah kelompok hanya gara-gara teknik penulisannya yang salah, tapi itu kukerjakan sendiri, aku print sendiri, pakai uang sendiri, tidak meminta patungan lagi, justru kalian yang enak, tidak repot-repot mengeluarkan uang dan tenaga  tambahan tapi ikut mendapat nilai A."

Hari-hariku berubah menjadi lebih sepi, tepatnya aku menjadi merasa asing di kelas, aku juga kembali pasif seperti waktu SMP sebelumnya, aku bahkan beberapa kali izin pulang karena tidak kuat dengan gunjingan dan protes teman-temanku terhadap sikap perfeksionisku. Tapi untungnya, karena guru-guru sudah mengenalku, mungkin sikap pasifku tidak terlalu dipermasalahkan, aku tetap menjadi juara kelas sampai di kelas XII. 
Seiring berjalannya waktu juga, teman-temanku kembali membaik karena teman yang sering bolos itu akhirnya benar-benar di drop out dari sekolah, ditambah UN yang semakin dekat sehingga kami mau tidak mau harus belajar berkelompok. Aku banyak belajar bagaimana beradaptasi dengan lingkungan yang kontras sekali perbedaannya dengan lingkunganku sebelumnya, serta bagaimana menerima perbedaan karakter dan pola pikir teman-temanku. 












Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

ABOUT ME

I'm one of those who believe that there is no friend as loyal as a book.

Blog Archive

  • ▼  2021 (1)
    • ▼  Juli (1)
      • Indonesia Selama Pandemi dalam Pertunjukkan Teater...
  • ►  2020 (15)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (1)
    • ►  Juli (8)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2019 (8)
    • ►  November (1)
    • ►  September (4)
    • ►  Juli (3)
  • ►  2018 (2)
    • ►  November (1)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2017 (2)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (1)
  • ►  2016 (1)
    • ►  November (1)
  • ►  2015 (1)
    • ►  November (1)

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.

Designed By OddThemes | Distributed By Blogger Templates