Essay, Journal, Book, Movie
  • Home
  • Artikel
  • Cerpen
  • My Review
    • Review Buku
    • Review Novel
    • Review Film
    • Review Drama
  • Puisi
  • Essai

  PENDAHULUAN

Ada beberapa teater yang menyelenggarakan pementasan mengusung tema pandemi, salah satunya adalah Teater Buruh Tangerang yang disingkat Tabur. Teater Tabur adalah kelompok teater yang didirikan oleh para pekerja pendatang di Kota Tangerang pada tahun 1993. Teater Tabur didukung oleh Biro Pelayanan Buruh Lembaga Daya Darma dan dilatih oleh FX Igor Margono. Teater Tabur didirikan bukan untuk hiburan semata, tetapi juga sebagai media komunikasi dan perjuangan untuk memberikan penyadaran tentang kemanusian dan keadilan, pada semua pihak yang terkait dalam dunia perburuhan.

Sejak didirikan, Teater Tabur telah mementaskan lebih dari 20 naskah di beberapa tempat. Seperti di Tangerang (Balada Hari Jadi-1993; Bandung Bondowoso-1993; Suara-suara-1994; Impian Di Antara Cerobong Asap Pabrik-1995), Bali (Bag-big-bug-1997), Taman Budaya Surakarta (Romen-1998; Dibawah Ombak-1999), Yogya & Surabaya (Jalan Tanpa Batas-2000), Taman Ismail Marzuki Jkt, UIN Ciputat (Bolong-2005), GOR Tangerang, GOR Padjajaran Bandung (Di Ujung Liang PHK-2008), Goethe House Jkt (Tembang Malam Ranting Kering (2009). Tabur juga beberapa kali pentas di jalanan, di depan Pabrik Tutup di Balaraja (Romen2-2002), di halaman gedung Depnaker Pusat (musikalisasi Puisi-2002), dan di Bunderan HI (Happening Art-2005-2009).

Terinspirasi dari fenomena Covid-19, Teater Tabur menyelenggarakan pementasan yang berjudul Sademi (Situasi Pandemi). Pementasan tersebut ditayangkan pada akun Youtube Lembaga Daya Dharma pada tanggal 1 Mei 2021, berdurasi 23 menit 22 detik. Pementasan tersebut menampilkan celotehan para buruh yang terkena dampak pandemi. Bagaimana pandemi dari sudut pandang para buruh.

Analisis pertunjukkan teater selain diperlukan untuk menghargai karya seni, juga diperlukan untuk memaknai dan menjabarkan bagaimana situasi kondisi kelompok masyarakat tertentu pada masa tertentu, yang diharapkan dapat memberikan gambaran solusi atas permasalahan yang dialami kelompok masyarat tertentu tersebut.

Dalam menganalisis pementasan teater Tabur yang berjudul Sademi ini, diharapkan dapat memberikan gambaran Indonesia selama masa pandemi. Bagaimana dampak pandemi di Indonesia dan bagaimana masyarakat mengatasainya.

Penelitian ini diharapkan dapat menjabarkan gambaran situasi di Indonesia selama pandemi dan bagaimana cara masyarakat dalam mengatasinya. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan gambaran solusi yang dapat digunakan sebagai usulan dalam menentukan kebijakan terkait pensejahterakan para buruh.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1.      Banyak Pabrik yang Ditutup

 

Pada Teater Tabur yang berjudul Sademi ini, terdapat seorang wanita yang mulai bernyanyi diikuti pemain lainnya. Ada beberapa kalimat dalam nyanyian tersebut menyiratkan kondisi sektor Industri di Indonesia selama Pandemi, sebagai berikut:

 

Sirine pabrik tak lagi meraung

Mesin produksi tak bersuara

Corona datang tanpa tanda

Pada syair lagu di atas dapat dimaknai bahwa pabrik sudah tidak berproduksi lagi yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 ini. Hal tersebut merupakan gambaran dari keadaan Indonesia di sektor Industri. Asisten Deputi Pengembangan Industri Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Atong Soekirman mengungkapkan rata-rata utilitas Industri sebelum pandemi sekitar 75-80%. Setelah pandemi, terdapat 19 utilitas industry yang terdampak, bahkan penurunannya sampai ada yang di bawah 50%. Atong Soekirman menyebutkan, utilitas industri makanan turun dari 78% menjadi 50%, minuman dari 77% menjadi 45%, pengolahan tembakau turun dari 65% menjadi 50%, tekstil 72% menjadi 30%, dan industri pakaian merosot dari 84% menjadi 30%. Kemudian, utilitas di industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki turun dari 80% menjadi 40%, kayu dan barang dari kayu dari 73% menjadi 40%, kertas dan barang dari kertas turun dari 76% menjadi 50%, dan pencetakan dan reproduksi media rekaman dari 74% menjadi 40% (Aria, 2020).

Pada dialog pemain 1 dan 2 anonim terdapat kalimat yang menyinggung pengusaha soal penutupan pabrik, sebagai berikut:

“Juragan itu dengan kekuatan modal dan asset bisa mengerahkan para konsultan dan para ahli supaya mencari peluang usaha baru selain usaha yang selama ini dijalani. Ingat, pandemi ini memang banyak membuat usaha berhenti, tapi kana da peluang usaha baru yang muncul gara-gara pandemi”

Kata juragan pada dialog di atas ditujukan kepada para pengusaha yang mempunyai pabrik dan terdampak krisis akibat pandemi. Makna dari dialog di atas adalah diharapkan pengusaha atau pemilik pabrik dapat melewati krisis ini dengan mencari peluang usaha baru yang muncul karena pandemi, tidak pasrah dengan keadaan dan mampu beradaptasi melawan krisis. Sehingga ultilitas Industri diharapkan dapat meningkat.

 

2.      Buruh Dipecat Tanpa Pesangon

Terdapat dialog pemain 1 anonim yang menyiratkan keprihatinannya terhadap pekerja atau buruh yang terkena dampak selama pandemi.

          Dapat dibuktikan dengan dialog sebagai berikut:

                   “Aduh aku prihatin, gara-gara corona, banyak orang yang kehilangan penghasilan, banyak pekerja kehilangan pekerjaan.”

          Lalu muncul pemain 2 anonim yang menegaskan banyak karyawan atau buruh yang terkena PHK tanpa diberi pesangon karena ditutupnya pabrik.

          Dapat dibuktikan dengan dialog sebagai berikut:

“Itulah korban dari sebagian juragan yang tidak bertanggung jawab. Habis manis sepah dibuang. Karyawan sudah bekerja puluhan tahun, kena pandemic langsung tutup pabrik, tanpa pesangon, tanpa kabar.”

Berdasarkan dialog pemain 1 dan 2 tersebut, dapat dimaknai bahwa para buruh pabrik terkena PHK tanpa diberi pesangon akibat pandemi. Pabrik pun tak mentolerir meskipun buruh tersebut telah bekerja selama puluhan tahun dengan alasan pabrik akan ditutup.

Hal tersebut merupakan gambaran dari nasib para pekerja dan buruh di Indonesia selama pandemi. Banyak pekerja dan buruh yang mengalami pemberhentian hak kerja (PHK) dikarenakan terjadinya penurunan di sektor Industri. Berdasarkan data Kemnaker per 7 April 2020, dampak pandemi Covid-19, sektor formal yang dirumahkan dan di-PHK sebanyak 39.977 perusahaan dan jumlah pekerja/buruh/tenaga kerja sebanyak 1.010.579 orang.  Rinciannya yakni pekerja formal dirumahkan  sebanyak 873.090 pekerja/buruh dari 17.224 perusahaan dan di-PHK sebanyak 137.489  pekerja/buruh dari 22.753 perusahaan.
Sementara jumlah perusahaan dan tenaga kerja terdampak di sektor informal  sebanyak 34.453 perusahaan dan jumlah pekerjanya sebanyak 189.452 orang (Kemnaker, 2020).

Terdapat juga dialog pemain 1 dan 2 yang menyinggung langkah yang seharusnya diambil pengusaha dalam melakukan PHK kepada karyawannya sebagai berikut:

“Selama ini pemerintah sudah memberikan angin surga kepada jurangan…”

“Seharusnya para juragan mengalirkan hawa Nirwana itu kepada para pekerja  bukan malah menyemburkan api Neraka”

“Virus tak kasat mata, tapi kita malah banyak yang lupa protes atas nasib tapi melupakan nasib yang lain.”

Dialog di atas dapat dimaknai bahwa pemerintah sudah memberikan bantuan kepada pengusaha agar dapat bertahan selama pandemi, sehingga para pekerja tidak mengalami PHK. Dengan bantuan pemerintah tersebut, pengusaha diharapkan bukan hanya memikirkan nasib perusahaannya saja melainkan kesejahteraan para pekerjanya. Sehingga semua lapisan masyarakat baik itu pekerja maupun pengusaha dapat melewati krisis selama pandemi ini.

 

3.      Masyarakat Dilanda Kebingungan dan Kecemasan

 

Terdapat arah panah menuju Nirwana dan Neraka pada latar pementasan tersebut. Para pemain digambarkan akan menuju ke arah Nirwana, tetapi tidak lama kemudian salah satu pemain tersebut menjatuhkan arah panah itu dan membuat arah Nirwana dan Neraka tertukar arah. Para pemain digambarkan kebingungan ke mana arah Nirwana, apakah ke kiri atau ke kanan? Karena menjadi tidak pasti.

 

Tanda panah Nirwana dan Neraka dapat dilihat dari gambar berikut:

 Lalu terdapat dialog yang menegaskan kebingungan dan situasi tidak pasti yang dialami para pemain sebagai berikut:

 

“Arah mana yang harus kita tempuh?

Kita ingin menuju arah keselamatan, yaitu Nirwana

Di sana kita pasti menemukan kedamaian

Karena di sini yang ada hanya ketidakpastian

Hanya kecemasan dan ketakutan”

Dialog di atas dapat dimaknai bahwa pemain hanya ingin mencari jalan untuk selamat, tidak ingin terjebak dalam kecemasan dan ketakutan akibat pandemi yang melanda.

Dialog di atas juga menggambarkan keadaan psikologi masyarakat Indonesia selama pandemi Covid-19 ini. Banyak masyarakat yang cemas dan takut kapan pandemi akan berakhir, karena keadaan di Indonesia semakin tidak menentu. Ekonomi menurun, Industri menurun, ditambah tidak adanya pekerjaan atau penghasilan. Sudah memasuki tahun 2021,

Namun pandemi Covid-19 belum kunjung berakhir di Indonesia.

 

Sejak awal kemunculannya, tidak ada kepastian mengenai kapan pandemi ini akan berakhir, dan ini berimplikasi pada ketidakpastian di hampir semua area kehidupan kita, mulai dari pekerjaan, pendidikan, relasi sosial, dan lainnya. Penelitian yang dilakukan dalam konteks pandemi tahun 2020 oleh Hannah Rettie dan Jo Daniels, dan dipublikasikan dalam jurnal American Psychologist, menyebut bahwa orang-orang yang kurang toleran terhadap ketidakpastian cenderung lebih mudah merasa tertekan secara psikologis, terutama jika memiliki coping (pendekatan menghadapi tekanan psikologis) yang kurang adaptif. Contoh dari coping yang kurang adaptif adalah terus-menerus berusaha melarikan diri dari masalah atau situasi yang tidak menyenangkan. Hasil penelitian tersebut memberikan informasi yang sangat berharga bahwa meningkatkan toleransi atas ketidakpastian, dibarengi dengan melakukan coping yang adaptif dapat membantu pengelolaan kesehatan mental selama pandemi Covid-19. Ketidakpastian adalah kondisi yang tidak bisa dihindarkan dan hadir satu paket dengan pandemi.  (Arjadi, 2021).

 

Tekanan psikologis yang dialami masyarakat akibat ketidakpastian ini, hanya bisa dipecahkan jika kita sama-sama toleran terhadap nasib yang lainnya, sama-sama menguatkan, bukan egois mementingkan nasib sendiri. Hal tersebut juga ditegaskan dalam dialog pemain sebagai berikut:

 

               “Situasi seperti ini mau tidak mau harus kita hadapi bersama…”

  

“Kita bisa lewati situasi ini dengan kebersamaan”

 

Makna dialog di atas adalah kita harus hadapi situasi pandemi ini bersama-sama dengan saling menguatkan satu sama lain agar tidak terjebak dalam kecemasan, ketakutan dan ketidakpastian hingga akhirnya bisa selamat bersama dari virus Covid-19 ini.

 

SIMPULAN

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dismpulkan bahwa representasi Indonesia selama pandemi adalah banyaknya pabrik yang ditutup karena menurunnya utilitas industri di Indonesia. Buruh atau pekerja banyak yang terkena PHK tanpa diberi pesangon, serta masyarakat yang dilanda kecemasan dan ketidakpastian akibat pandemi yang belum juga berakhir. Dari pementasan Teater Tabur yang berjudul Sademi tersebut juga terdapat harapan terhadap para pengusaha untuk memanfaatkan bantuan dari pemerintah semaksimal mungkin atau mencari peluang usaha baru agar dapat terus bertahan sehingga utilitas industri akan meningkat dan para pekerja tidak terkena PHK. Dengan begitu secara tidak langsung kita dapat bersama-sama menghadapi pandemi ini dan efeknya kecemasan masyarakat akan berkurang.

 

Kalian pernah nonton film Crazy Stupid Love? 

Itu loh yang pemeran utamanya sama dengan film La La Land. 

Ada satu adegan yang buat gue sebagai penonton gak kesepian ketika nonton filmya, karena perasaan gue terwakilkan oleh karakternya. Adegan ketika Cal Weaver menerima pengakuan langsung dari istrinya bahwa istrinya selama ini telah selingkuh dan ingin bercerai darinya. Bukan cerita karakternya yang membekas di ingatan gue, melainkan sikap Cal Weaver yang cuma merespon pernyataan istrinya dengan diam seribu bahasa. Tidak berkata apapun, bahkan tidak bertanya siapa pria yang bersama istrinya.

Gue bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Cal Weaver. Marah, kecewa, bahkan pengen banget memaki, tapi saking banyaknya yang ada di pikiran dan saking sakitnya, lebih baik diam. 

Ketika kita menemukan fakta yang menohok hati lebih baik diam. Ketika kita menyadari bahwa selama ini kita diperlakukan seperti sampah, sedangkan marah dan omongan dirasa-rasa tidak akan berguna, lebih baik diam. Ketika rasanya terlalu sakit, lebih baik diam dan pergi. 

Kok rasa-rasanya alay ya wkwkwk tapi sayang dibuang, udah terlanjur nulis. Intinya kalau udah terlalu sakit enaknya diam, abaikan, pergi. Bukankah lebih sakit dianggap tidak ada daripada dimarahi secara terang-terangan? Jadi bagi gue, diam adalah sikap yang tepat ketika sudah terlampau marah dan sakit.

Btw, filmya jadul, tapi layak ditonton pas liburan gini. 

Karya sastra adalah artefak, benda mati, yang baru mempunyai makna dan menjadi objek estetik bila diberi arti oleh manusia pembaca sebagaimana artefak peninggalan manusia purba yang akan mempunyai arti bila diberi makna oleh arkeolog. Pemberian makna atau penangkapan makna karya sastra itu dilakukan dalam kegiatan kritik sastra. Aspek-aspek pokok kritik sastra adalah analisis, interpretasi (penafsiran), dan evaluasi atau penilaian (Pradopo: 1995).

Sebagaiman layaknya artefak peninggalan manusia, maka karya sastra tidaklah lahir begitu saja. Dapat dikatakan, beberapa aspek yang muncul di dalam karya sastra tersebut lahir atas dasar peniruan. Mimetik/Mimesis adalah suatu kajian ilmu yang spesifik membahas tentang itu. Dasar pertimbangan pendekatan mimesis adalah dunia pengalaman, yaitu karya sastra itu sendiri yang tidak bisa mewakili kenyataan yang sesungguhnya melainkan hanya sebagai peniruan kenyataan (Abrams, 1958:8).

Hubungan antara kenyataan dan rekaan dalam sastra adalah hubungan dialektis atau bertangga. Mimesis tidak mungkin tanpa kreasi, tetapi kreasi tidak mungkin tanpa mimesis. Takaran dan perkaitan antara keduanya dapat berbeda menurut kebudayaannya, menurut jenis sastra, zaman. kepribadian pengarang, dsb. Tetapi. yang satu tanpa yang lain tidak mungkin. Dan, catatan terakhir perpaduan antara kreasi dan mimesis tidak hanya berlaku dan benar untuk penulis sastra. Tak kurang pentingnya untuk pembaca. Dia pun harus sadar bahwa menyambut karya sastra mengharuskan dia untuk memadukan aktivitas mimetik dengan kreatif-mereka.

Drama Musikal ‘Tutut Ingin Kaya’ adalah satu contoh sebuah artefak sastra yang  menampilkan berbagai macam dialektis Mimesis di dalam setiap dialog dan adegan-adegannya. Drama musikal ‘Tutut Ingin Kaya’ ini mengisahkan tentang kegelisahan Tutut Suhartini binti Suhartono, seorang perempuan muda yang berkali-kali diterpa ketidakberuntungan, yang mendamba kekayaan. Lelah dengan kenestapaan, ia menjumpai seorang dukun desa agar diberi cara cepat kaya. Walaupun sempat meragukan saran dari dukun, Tutut kemudian menuruti saran yang tak cukup masuk di akalnya itu. Dari kakus itu ia temuan sebuah arca berbahan emas. Penasaran dengan harga arca itu, ia pun mendatangi temannya yang hobi mengumpulkan barang antik. Ashari namanya. Ashari terkaget-kaget karena arca itu terhitung langka dan tentunya bernilai jual tinggi. Setelah berdebat kecil, akhirnya mereka memutuskan untuk menjual arca itu ke Eropa. Mereka berdua pun kaya mendadak dan memutuskan untuk menikah. Tanpa butuh waktu lama, penjualan arca itu terendus oleh pihak yang berwenang. Tutut dan Ashari pun diseret ke dalam bui.

 

KEPERCAYAAN TERHADAP METAFISIKA

Hal yang menarik dalam lakon ini adalah ketika Tutut yang sangat mendambaan kekayaan datang mendatangi seorang dukun. Dalam realitas kehidupan masyarakat di Indonesia, fenomena tersebut memang lazim terjadi. Kepercayaan masyarakat terhadap dukun dikarenakan pemahaman masyarakat mengenai dukun sebagai penolong. Abidin (2010, 101) menyatakan bahwa orang ingin cepat mendapat jodoh, cepat naik pangkat, cepat kaya juga datang ke tempat orang pintar (dukun). Masyarakat memiliki suatu pemahaman atau kepercayaan bahwa dukun merupakan orang yang serba mampu mengatasi masalah.

Ada beberapa sebab orang pergi ke dukun;

 1. Tidak yakin akan kemampuan dan potensi yang ada pada dirinya. banyak orang yang pergi ke dukun karena ia merasa jika hanya mengandalkan kemampuannya maka apa yang ia inginkan tidak akan atau sulit terwujud.seperti seorang salesman yang pergi ke dukun,ia melakukan itu karena ia merasa kalau hanya mengandalkan kemampuannya dalam hal menjual produk rasanya tidak mungkin ia bisa menjual produk dengan hasil yang memuaskan.

2. Ingin cepat sukses tanpa harus melalui rumit dan sulitnya sebuah proses. banyak orang yang pergi ke dukun karena ia ingin segera sukses,ia percaya 13 kekuatan supranatural yang di miliki dukun akan bisa membantu keinginannya sehingga it tidak terlalu bersusah payah dalam mewujudkan impiannya itu (Kalialang, 2011).

Sebelum kehadiran berbagai macam ajaran agama ke Nusantara, masyarakat Indonesia semula menganut sistem kepercayaan animisme dan dinamisme. Animisme adalah suatu kepercayaan pada roh-roh nenek moyang. Mereka yang menganut kepercayaan ini biasanya mempercayai adanya kekuatan-kekuatan gaib/mistis. Sedangkan dinamisme, adalah suatu kepercayaan pada benda-benda ghaib, seperti pohon beringin, keris, dan lain-lain.

Dalam Drama Musikal Tutut Ingin Kaya, terdapat sebuah adegan di mana beberapa pria, juga Tutut meminta suatu hal kepada sosok yang disebut ‘mbah.’ Mbah ini disinyalir merupakan seseorang yang memiliki kemampuan gaib, yang mampu mengabulkan berbagai macam bentuk permohonan. Adegan tersebut merupakan suatu bentuk peniruan terhadap penggambaran kehidupan manusia, khususnya di Indonesia.

Sebagaimana menurut Kalialang, salah satu sebab seseorang datang kepada dukun/seorang yang ahli dalam bidang metafisika, adalah untuk mendapatkan kesuksesan tanpa harus melalui rumit dan sulitnya sebuah proses. Fenomena itulah yang dipertunjukkan oleh sutradara terhadap sosok Tutut di dalam lakon ini.

Walaupun, hanya ada 6 ajaran agama yang diakui di Indonesia, bentuk pemujaan terhadap hal-hal mistis masih banyak dilakukan. Kepercayaan terhadap hal-hal mistis merupakan fenomena sosial-budaya yang terjadi turun-menurut sejak dahulu kala. kepercayaan terhadap dukun berkaitan juga dengan fungsi dan disfungsi. Fungsi dapat diamati dari akibat-akibat yang teramati pada masyarakat yang percaya dukun. Selain itu, dis-fungsi dapat teramati dari akibat-akibat negatif yang ditimbulkan maupun dilaksanakan ketika praktek perdukunan.

Durkheim (dalam Ritzer, 2010:25) menyatakan bahwa satu cara dalam mempelajari masyarakat dalam aspek sosial adalah dengan melihat pada bagian-bagian komponennya dalam usaha mengetahui bagaimana masing-masing berhubungan satu sama lain. Dengan kata lain, manusia harus melihat kepada struktur masyarakat, guna melihat bagaiman ia berfungsi, yang mana jika masyarakat itu stabil maka bagian- bagiannya akan beroperasi secara lancar, dan susunan-susunan sosialnya akan berfungsi. Masyarakat seperti itu ditandai dengan perpaduan, kerjasama dan kesepakatan serta tidak ada nada komponen dalam masyarakat tersebut terbatas dan berada dalam keadaan yang tidak stabil serta membahayakan, terutama dalam hal keteraturan atau ketertiban sosial.

KURANGNYA KEPEDULIAN TERHADAP WARISAN BUDAYA

Dalam lakon ini juga terdapat suatu adegan di mana Tutut menjual suatu arca yang cukup langka ke Eropa. Hal demikian memang sering terjadi di Indonesia, karena kurangnya kepedulian kita terhadap barang-barang warisan budaya tersebut.

Kasus kehilangan/pencurian warisan budaya seperti manuskrip kuno, tak hanya terjadi dalam lakon ‘Tutut Ingin Kaya’ saja. Pada tahun 2008, juga terjadi kehilangan di wilayah solo, tepatnya  di Museum Radya Pustaka, Solo. Puluhan naskah kuno dan arca koleksi museum berpindah tangan secara ilegal.

Artefak bersejarah milik Indonesia yang merupakan peninggalan karya seni di masa lalu, ternyata banyak yang dicuri oleh asing lewat berbagai macam cara Warisan-warisan budaya ini diduga dijual secara ilegal kepada penadah ataupun kolektor di luar negeri. Selain dicuri, naskah-naskah itu sebelumnya juga sudah banyak yang berada di luar negeri, dibawa oleh negara penjajah Indonesia.

KESIMPULAN

Lakon Tutut Ingin Kaya menampilkan berbagai macam dialektis Mimesis di dalam setiap dialog dan adegan-adegannya. Melalui Lakon Tutut Ingin Kaya, terdapat realitas kehidupan masyarakat Indonesia yang berupa kepercayaan terhadap metafisika yang ditirukan dalam adegan Tutut dan beberapa pria berkomunikasi meminta saran dengan Mbah Dukun. Lalu terdapat realitas kehidupan masyarakat Indonesia yang tidak peduli dengan peninggalan sejarah, berupa cagar budaya yang ditirukan dalam adegan Tutut menjual arca emas yang langka demi menjadi kaya.

 

Sumber Referensi:

http://www.gresnews.com/berita/sosial/40269-artefak-bersejarah-indonesia-banyak-dicuri-asing-pemerintah-tak-peduli/

https://www.kompasiana.com/iim_sobandi/552e2af86ea83494138b4573/pendekatan-mimetik-dalam-puisi-senja-di-pelabuhan-kecil-karya-chairil-anwar

https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/dpk/mengenal-cagar-budaya-lewat-teater-tutut-ingin-kaya/

https://tirto.id/hilangnya-warisan-budaya-indonesia-bHlK



Jakarta, 1 April 2019


            Perpustakaan H.B. Jassin terkenal sebagai Pusat Dokumentasi Sastra. Sebagai pusat, H.B. Jassin merupakan satu-satunya perpustakaan di Indonesia yang berhasil menyimpan jejak sejarah sastra. Hal ini didukung oleh pernyataan Pak Agung sebagai ketua pengolahan bahan pustaka. “Perpustakaan HB Jassin ini tidak ada lagi cabangnya, pusat itu dalam arti pusat kesusastraan Indonesia, tidak ada lagi di tempat lain.” Tutur beliau dalam wawancaranya 25 Maret 2019 lalu.

Sebelum berbentuk lembaga, Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin awalnya adalah dokumentasi sastra milik H.B. Jassin pribadi yang telah dikumpulkan sejak tahun 1933. Atas prakarsa Ajip Rosidi dan beberapa tokoh lainnya yang difasilitasi oleh Letjen Ali Sadikin (Gubernur KDKJ Jakarta saat itu), dibentuklah Yayasan Dokumentasi Sastra H.B. Jassin pada tanggal 28 Juni 1976, kemudian pada tanggal 30 Mei 1977 Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin diresmikan oleh Letjen Ali Sadikin. Mulai saat itulah, semua dokumen sastra H.B. Jassin yang berada di berbagai tempat disimpan dan dikumpulan pada suatu tempat yang berlokasi di Taman Ismail Marzuki dan dikelola oleh Yayasan Dokumentasi Sastra H.B Jassin, yang lebih dikenal dengan sebutan nama PDS H.B. Jassin.

Ketika masuk ke dalam perpustakaan HB Jassin, pengunjung akan disambut oleh pak Isnain sebagai penerima tamu yang ramah. Beliau akan menanyakan apa keperluan kita dan kita diwajibkan mengisi buku tamu yang telah disediakan. Selanjutnya, kita akan diantar ke lantai atas. Di lantai atas, terdapat ruang baca, dan ruang koleksi.


Jakarta, 1 April 2019


    
     Koleksi sastra yang 
berhasil dikumpulkan di PDS H.B. Jassin sebanyak 2.257 biografi pengarang, 225 rekaman gambar berupa video, 576.531 artikel berupa kliping, 1.991 judul makalah, 390 judul majalah sastra dan budaya, 140.473 buku non fiksi, 255 judul buku referensi, 827 judul sastra melayu Tionghoa, 200 judul naskah kuno, 1040 skripsi dan disertasi, 875 judul naskah atau buku drama, foto-foto pengarang terkenal, dan ada juga naskah tulisan tangan. Sebagai ketua pengolahan bahan pustaka yang bertugas menyortir bahan pustaka PDS H.B. Jassin selama 29 tahun, Pak Agung mengaku PDS H.B. Jassin dapat mengumpulkan 500 judul buku dalam setahun. Sumbangan tersebut berasal dari donator, pengarangnya langsung, penerbit, bahkan sukarelawan atau peneliti yang mempercayakan H.B. Jassin sebagai pusat dokumentasi sastra.

Meskipun koleksi yang berhasil dikumpulkan terbilang lengkap, Pak Agung mengatakan bahwa masih ada sedikit sejarah perkembangan sastra yang belum terekam di PDS H.B Jassin karena faktor minimnya biaya operasional yayasan saat itu.

Pengunjung yang datang ke HB Jassin tidak sebanyak pengunjung di perpustakaan umum, karena sesuai namanya, HB Jassin merupakan perpustakaan khusus yang hanya menyimpan atau mendokumentasikan karya sastra dari masa lampau hingga sekarang. Pengunjung yang datang sebagian besar berasal dari mahasiswa jurusan bahasa dan sastra, masyrakat umum yang tertarik dengan sastra, pemain teater, bahkan peneliti yang berkunjung untuk meneliti karya-karya sastra. Dalam sebulan peneliti yang datang berkunjung bisa 1-2 orang.

Pak Isnain selaku penerima tamu juga memberikan informasi bahwa jam kunjungan yang paling ramai yaitu di sore hari sekitar pukul 15.00-16.00 WIB, karena di jam tersebut bertepatan dengan jam keluarnya mahasiswa. HB Jassin juga kerap dijadikan tuan rumah untuk berbagai acara yang menunjang kegiatan sastra, seperti acara lomba puisi, acara bedah buku. Hari sabtu kemarin, tepatnya tanggal 30 Maret 2019, HB Jassin menjadi tuan rumah untuk acara berkumpulnya sastrawan Indonesia, Pak Isnain membocorkan bahwa di tanggal tersebut penulis buku hujan di bulan Juni, Eyang Sapardi Djoko Damono akan datang ke acara tersebut.

Umumnya, pengunjung yang datang ke HB Jassin tidak sembarang bisa melihat semua koleksi sastra, terdapat daftar karya HB Jassin sendiri di pojak kanan ruang baca, terpajang rapih di dalam lemari kaca yang bisa dinikmati oleh masyrakat umum. Jika ingin melihat koleksi lebih dalam, baik itu koleksi HB Jassin, chairil anwar, dan koleksi kuno lainnya, pengunjung harus melapor ke staff yang berjaga di ruang baca untuk mendapatkan izin melihat koleksi lainnya. Pak Agung bercerita bahwa pemain teaterlah yang paling sering berkunjung untuk melihat naskah kuno yang ada di PDS H.B. Jassin.

Menurut Pak Agung, letak gedung HB Jassin yang kurang strategis menjadi faktor pengunjung HB Jassin tidak sebanyak pengunjung di perpustakaan lain. Tidak adanya papan penunjuk arah ke gedung HB Jassin, membuat sedikit pengunjung kesulitan mencari lokasi gedung tersebut. Selama ini pengunjung hanya tahu detail letak gedung tersebut dari mulut ke mulut.

Upaya renovasi gedung pun sudah dilakukan. “Bisa dilihat kan di bawah tadi ada meja penerima tamu, dulunya belum ada.” Ungkap beliau ketika ditanyakan perihal renovasi gedung yang sudah pernah dilakukan. Beliau juga menjelaskan bahwa PDS H.B. Jassin akan direnovasi lagi, gedungnya akan dipindahkan tidak lagi menjorok ke belakang. Tepatnya, semua gedung yang berlokasi di area Taman Ismail Marzuki akan direnovasi sesuai dengan program PEMPROV yang telah direncanakan.

Memang, PDS H.B. Jassin yang dulunya merupakan sebuah yayasan, sekarang telah diambil alih oleh PEMPROV. Acara serah terima kelola tersebut dilakukan pada tanggal 24 Januari 2018 dari yayasan PDS H.B. Jassin kepada Pemerintah provinsi DKI Jakarta pada masa pemerintahan Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan. Pengelolaan PDS H.B. Jassin di bawah struktur Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi DKI Jakarta.

            Pak Agung berharap, setelah dipegang oleh PEMPROV PDS H.B. Jassin dapat meningkat lagi kuantitas dan kualitas koleksi yang masuk, sarana dan prasarana juga dapat ditingkatkan sehingga PDS H.B. Jassin dapat lebih dikenal oleh masyrakat umum. Karena sebagai penikmat sastra, memang PDS H.B. Jassin bak tempat senikmat surga yang memberikan kepuasan mata bagi mereka yang haus sejarah. Sebagai masyarakat umum, PDS H.B. Jassin hanyalah tepat yang menampung benda sejarah layaknya.

Gambar diambil dari google

 

Agus Noor merupakan sastrawan, cerpenis yang berawal dari dunia teater, karya-karya yang dibuatnya biasanya berisi kritik keadaan Indonesia. Sebelumnya beliau pernah membuat naskah teater bersama Ayu Utami yang berjudul Sidang Susila untuk merefleksikan dan mengkritik Rancangan Undang Undang Anti-Pornografi. Beliau juga pernah membuat naskah untuk program Sentilan Sentilun di Metro TV yang diadopsi dari naskah monolognya, Matinya Sang Kritikus, yang sebelumnya telah dipentaskan di sejumlah kota.

Dari biografi singkatnya dapat kita lihat bahwa Agus noor juga konsisten mengkritik keadaan sosial dan kedudukan hukum di Indonesia dalam cerpen Mawar di Tiang Gantungan. Hal ini dapat kita buktikan dengan kutipan berikut:

“…. Peristiwa pemerkosaan itu mereka tutup-tutupi dengan pembunuhan itu. Mereka bilang mereka tengah patroli seperti biasa. Mawar mereka bawa dan nasihati baikbaik ketika mendadak ia mengamuk. Rupanya ia mabok berat. Di tasnya ada beberapa butir pil dan pisau lipat—yang sengaja ditaruh petugas untuk menjebaknya. Ada bercak darah di pisau itu. Dan selanjutnya kalian tahu sebagaimana diberitakan koran-koran: dikatakan Mawar baru saja membunuh seorang pelanggan yang tak membayarnya. Bahkan petugas bisa mengembangkan bukti, ternyata dialah psikopat yang selama ini mereka cari. Ia pembunuh yang telah memotong-motong delapan korbannya. Pelacur dan pembunuh. Itu alasan yang cukup untuk menyeretnya ke tiang gantungan. Kalian seketika merasa nyaman karena pembunuh misterius itu telah tertangkap. Dan kalian makin merasa tenang karena kalian memang ingin melenyapkan maksiat dari kota. Pelacur-pelacur mesti disingkirkan. Mereka selama ini membuatmu jengah karena takut dengannya suami-suami dan anak laki-laki kalian berzina. Segala yang cabul mesti dimusnahkah, karena begitulah menurut undang-undang yang baru kalian sahkan. Maka kalian pun hanya diam ketika Mawar diarak ke alun-alun kota, dicambuk dan dirajam, kemudian digantung sebagai tontonan. Kusaksikan senja yang memar, burung gagak merah berkaokan, dan angin yang muram berkesiur pelan membuat tubuh itu terayun di tiang gantungan.”

Melalui cerpen Mawar di Tiang Gantungan, Agus Noor mengekspresikan dengan menegaskan betapa rusaknya moral dan hukum bangsa Indonesia, khususnya seorang aparat hukum sendiri. Agus Noor merefleksikannya dengan menggambarkan tokoh petugas patroli yang menyalahgunakan kekuasaannya, yang seharusnya menertibkan jalanan malah menyekab Mawar dan memperkosanya lalu membalikkan semua tuduhan pembunuhan kepada Mawar, hingga Mawar harus berakhir di tiang gantungan.

Melalui tokoh wanita buta itu, Agus noor juga mengekspresikan bahwa orang yang buta sekalipun masih mempunyai nurani dan dapat melihat kebenarannya melalui sudut pandang lain. Tapi nyatanya hukum Indonesia hanya percaya dengan apa yang mereka lihat yang sejatinya adalah hasil rekayasa. Hal ini dapat dilihat melalui kutipan berikut:

“Kuceritakan apa yang kusaksikan, tapi kalian tak pernah percaya pada saksi mata yang buta. Padahal bukan aku yang dusta, tapi mereka.”

Kesedihan dan kesepian Agus Noor dalam melihat akibat yang ditimbulkan karena bobroknya keadaan moral dan hukum Indonesia direfleksikan melalui tokoh aku/wanita buta yang ada di cerpen Mawar di Tiang Gantungan. Hal ini dapat dilihat melalui kutipan berikut:

“Aku sendirian di alunalun itu, memandangi tubuh Mawar yang tergantung dalam bayangan cahaya murung. Kurasakan debu-debu beterbangan diembus angin yang makin jekut ketika kesepian makin membentangkan kelengangan yang menyayatkan keperihan bersama debu dan dingin yang mulai membaluri kota sementara sisa gema lonceng bagai melekat di udara yang makin menggigilkanku dalam kesedihan.”

Pemikiran Agus Noor bahwa akan selalu ada kebaikan Tuhan yang menyertai di setiap manusia, Tuhan akan membalas mereka yang diperlakukan tidak adil di dunia. Hal ini dapat dilihat melalui kutipan berikut:

“Kalian pasti akan langsung tahu siapa dia begitu melihat wajahnya yang bersih dan indah, seperti ada cahaya mengitari kepalanya. Matanya seperti bintang bening. Senyumnya seperti anggur lembut yang seketika bisa menghapus dahaga. Rambutnya ikal dan panjang.”

“Aku begitu terkesima menyaksikannya. Langit seakan tiba-tiba benderang penuh cahaya keemasan yang cemerlang. Kulihat ia bersimpuh di bawah tiang gantungan, dan mencium lembut kaki mayat yang tergantung itu, kemudian menurunkannya. Saat itu aku melihat ribuan mawar mengapung di udara menyerbakkan harum yang megah. Kudengar kalian masih menyanyikan doa-doa dan pujian di gereja ketika laki-laki itu membawanya pergi. Seperti pengantin membopong mempelainya.”

Melalui tokoh Aku (wanita buta), Agus Noor merefleksikan dirinya yang terkesima menyaksikan keajaiban dan kebaikan Tuhan. Tokoh “Dia” yang dimaksud dalam kutipan di atas adalah Tuhan Yesus yang datang memberi rahmat, membawa jasad Mawar seperti pengantin yang membopong mempelainya.

Gambar diambil dari google


Ridwan, F. (2019). Representasi Feminisme dalam Film Maleficent. ProTVF, 1(2), 139-150. doi: 10.24198/ptvf.v1i2.19873.

Putri, A. & Nurhajati, L. (2020). Representasi Perempuan dalam Kukungan Tradisi Jawa pada Film Kartini Karya Hanung Bramantyo. ProTVF, 4(1), 42-63. doi: 10.24198/ptvf.v4i1.24008.

 

Topik feminisme menarik perhatian peneliti karena selama ini perempuan sering digambarkan hanya sebagai objek narasi yang pasif bahkan objek erotis utama dalam film. Fauzi Ridwan melakukan penelitian dalam film Maleficent untuk mengetahui makna kode semiotika mengenai feminisme dalam level realitas, level representasi dan level ideologi. Fauzi Ridwan dalam penelitiannya menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis semiotika John Fiske berdasarkan kode-kode televisi yang terbagi ke dalam tiga level yaitu level realitas, level representasi dan level ideologi. 

Hasil penelitian jurnal Fauzi Ridwan pada level realitas dalam film Maleficent menunjukkan bahwa nilai-nilai feminisme terepresentasikan pada kode penampilan (appereance), tata rias (make up), kostum (dress), perilaku (behavior), lingkungan (environment) dan cara bicara (speech). Kode penampilan (appereance) menunjukkan karakter Maleficent sebagai perempuan yang aktif namun tetap terlihat sisi feminimnya dalam beberapa adegan. Kode tata rias (make up) menunjukkan karakter mandiri, pemberani, kuat dan tegas pada Maleficent melalui lipstik, shading pipi dan bentuk alis. Kode kostum (dress) menunjukkan bahwa Maleficent memiliki karakter yang kuat, kemurnian hati dan bersahabat. Kode perilaku (behavior) menegaskan karakter kuat, pemberani dan bertanggung jawab pada diri Maleficent yang terlihat dalam beberapa adegan. Kode lingkungan (environment) menunjukkan bahwa Maleficent sebagai peri perempuan memiliki hubungan yang erat dengan alam. Kode cara bicara (speech) menunjukkan ketegasan dan kelembutan Maleficent sebagai seorang perempuan. 

Pada level representasi yang diteliti dalam film Maleficent menunjukkan bahwa nilai-nilai feminisme terepresentasikan melalui kode teknik dan kode representasi konvensional. Dari kode teknik yang sangat terlihat dalam merepresentasikan feminisme adalah teknik kamera (camera). Dalam menggambarkan karakter seperti Raja Henry, Stefan dan Maleficent digunakan sudut pengambilan gambar low angle. Sudut low angle memberikan kesan dramatis untuk menunjukkan kekuatan dan kekuasaan. Karakter laki-laki (Stefan dan Henry) maupun perempuan (Maleficent) sama-sama sering digambarkan dengan sudut low angle sehingga menunjukkan adanya kesetaraan. Dari kode representasi konvensional yang sangat terlihat dalam merepresentasikan feminisme adalah kode karakter (character), kode konflik (conflict), aksi (action) dan dialog (dialogue). Melalui kode karakter (character) terlihat bahwa karakter yang dimiliki Maleficent mencerminkan karakter perempuan yang aktif. Melalui kode konflik (conflict) terlihat konflik yang terjadi di antara kedua kerajaan membawa pesan terselubung terkait feminisme. Melalui kode aksi (action) terlihat tindakan-tindakan yang dilakukan Maleficent untuk menunjukkan bahwa ia mampu bangkit kembali dari kesedihan dan keterpurukan setelah kekerasan yang ia alami. Melalui kode dialog (dialogue) menunjukkan bahwa Maleficent memiliki karakter yang tegas, bertanggung jawab, penyayang dan pemaaf. 

Pada level ideologi dari tiga sequence yang diteliti dalam film Maleficent menunjukkan bahwa ideologi feminisme yang terkandung tidak hanya direpresentasikan melalui isi cerita dan adegan di dalam film tetapi faktor eksternal juga memberikan pengaruh tersampaikannya pesan feminisme dalam film. Adapun nilai feminisme yang terepresentasikan mewakili aliran ekofeminisme di mana perempuan dan alam memiliki hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan.

 

Film Kartini yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo dan diperankan oleh Dian Sastrowardoyo sebagai sosok Kartini merupakan sebuah media yang menampilkan kisah nyata, berdasarkan sejarah kepada masyarakat. Alycia Putri dan Lestari Nurhajati dalam jurnal ini mengatakan bahwa film Kartini menggambarkan tentang kaum perempuan abad ke-19 yang tidak dapat bebas dan tidak setara dengan laki-laki. Namun yang menarik sosok Kartini digambarkan sebagai sosok perempuan yang bukan hanya tokoh emansipasi, tetapi juga memiliki jiwa revolusioner. Alycia Putri dan Lestari Nurhajati melakukan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana sesungguhnya film Kartini ini mampu merepresentasikan gambaran kesetaraan gender atas sosok perempuan yang berada dalam kukungan tradisi Jawa. Konsep kesetaraan gender menjadi dasar dalam penelitian ini. Gender merupakan suatu pembeda peran, fungsi, status dan tanggungjawab antara laki-laki dengan perempuan sebagai hasil dari bentukan (konstruksi) sosial budaya yang tercipta melalui proses sosialisasi dari satu generasi ke generasi. Penelitian dalan jurnal ini menggunakan analisis wacana Sara Mills yang memiliki fokus pada wacana mengenai feminisme; bagaimana perempuan ditampilkan dalam teks, teks yang dimaksud ialah film Kartini versi Hanung Bramantyo. 

Hasil penelitian dalam jurnal ini menunjukan bagaimana sesungguhnya sebuah karya film fiksi, yang disadur dari sebuah peristiwa nyata, dengan latar belakang situasi tadisi Jawa yang penuh aturan dan kolot, mampu memunculkan sosok perempuan yang memiliki kesadaran atas kesetaraan gender. Terlihat dari beberapa potongan adegan yang menampilkan sosok perempuan berada di bawah kuasa laki-laki. Keadaan perempuan pada tahun 1880-an dengan tradisi ningrat Jawa dibangun atas peraturan tradisi dan laki-laki sebagai sosok yang lebih berkuasa menunjukkan kesetaraan gender menjadi isu besar di masa itu. Ideologi partriarki dalam Film Kartini ditunjukkan dalam adegan pingitan, perempuan dilarang keluar pendopo, dan seorang istri atau ibu yang bukan keturunan ningrat harus tidur di belakang rumah. Ajaran-ajaran dalam sistem budaya Jawa adalah nilai-nilai budaya yang kurang mendukung suatu posisi perempuan untuk menjadi setara dalam berbagai sektor kehidupan (Budiati, 2010). 

Film Kartini memberikan gambaran Kartini dan adik-adik perempuannya merasa serba salah dan terdesak dengan keadaan tradisi. Mereka tetap harus mengikutin pingitan, tetapi mereka juga tahu bahwa menikah akan ada dampak buruknya bagi mereka, seperti poligami dan hilangnya kesempatan menuntut ilmu, tetapi mereka juga salah jika keluar dari rumah untuk melakukan kegiatan pendidikan karena itu melanggar tradisi dan melecehkan harkat dan martabat sebagai perempuan di kala itu. Posisi Subjek-Objek menampilkan adegan-adegan film berupa peristiwa yang terjadi di masa Kartini menjadi sosok perempuan yang berada di bawah kuasa laki-laki. Ketidakadilan gender dalam film Kartini menyebabkan adanya kesenjangan peran yang dapat dilihat bahwa perempuan selalu tertindas oleh kaum laki-laki. Konsep adat Jawa yang membelenggu perempuan Jawa di kala itu sedikit demi sedikit diruntuhkan oleh Kartini karena sikapnya yang berani membuat perubahan dan membukakan pikiran orang-orang di sekitarnya, baik laki-laki maupun perempuan tentang ketidakadilan gender.

 

Kedua jurnal ini ditulis dengan baik dan sistematis oleh penulis. Terlebih lagi, kedua jurnal ini dilengkapi dengan gambar potongan-potongan adegan dalam film yang menguatkan argumen dari penulis dalam jurnal ini. Sama-sama mengangkat film sebagai sumber data penelitian, dalam jurnal Fauzi Ridwan fokus penelitian terletak pada feminisme dari segi realitas, representasi, dan ideologi menggunakan teori semiotika John Fiske, sedangkan dalam jurnal Alycia Putri dan Lestari Nurhajati lebih menekankan bagaimana konsep feminisme yang ditampilkan dalam teks menggunakan analisis wacana Sara Mills. Hasil dan pembahasan dalam jurnal Fauzi Ridwan dipaparkan dalam bentuk tabel secara rinci sehingga memudahkan pembaca untuk melihat perbandingan dari segi realitas, representasi, dan ideologi atas konsep feminisme yang ditampilkan dalam film Maleficent, sedangkan hasil dan pembahasan dalam jurnal Alycia Putri dan Lestari Nurhajati hanya dipaparkan secara runut tanpa disertai tabel pendukung karena mereka hanya menampilkan konsep feminisme dalam teks film Kartini. Fauzi Ridwan dengan objektif memaparkan bahwa nilai feminisme yang terepresentasi dalam film Maleficent mewakili aliran ekofeminisme dimana perempuan dan alam memiliki hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan. Lain halnya dengan Alycia Putri dan Lestari Nurhajati, dalam jurnalnya menjabarkan konsep feminisme yang memiliki kesadaraan atas kesetaraan gender.


Postingan Lama Beranda

ABOUT ME

I'm one of those who believe that there is no friend as loyal as a book.

Blog Archive

  • ▼  2021 (1)
    • ▼  Juli (1)
      • Indonesia Selama Pandemi dalam Pertunjukkan Teater...
  • ►  2020 (15)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (1)
    • ►  Juli (8)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2019 (8)
    • ►  November (1)
    • ►  September (4)
    • ►  Juli (3)
  • ►  2018 (2)
    • ►  November (1)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2017 (2)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (1)
  • ►  2016 (1)
    • ►  November (1)
  • ►  2015 (1)
    • ►  November (1)

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.

Designed By OddThemes | Distributed By Blogger Templates